Photo: Ilst |
Oleh : Benidiktus Bame
PACEKRIBO,
JAYAPURA - Pemekaran Daerah Otonomi Baru (DOB) di Papua
di nilai sebagai bentuk kapitalisme. Terbukti banyak kecolongan dalam dimensi
pembagunan yang lakukan oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah.
Hasil diskusi dan kajian
ilmiah yang di lakukan oleh Mahasiswa, LSM, akademisi serta politisi, semua
memberi kesimpulan bahwa saat ini kehidupan orang Papua sudah diatur di dalam
UU OTSUS (Otonomi Khusus). Elit-elit politik lokal Papua, sebagai ‘keluarga besar
dari kapitalisme’ sampai saat ini terus melakukan kolonisasi atau
praktik-praktik penjajahan terhadap orang Papua sendiri.
Jadi, pemekaran (33) daerah
otomi baru (DOB) di Provinsi Papua dan Papua Barat seharusnya diaanalisa secara
komprehensif terutama terkait dampak secara positif dan negatif terhadap
kehidupan sosial masyarakat Papua.
Hal ini tentu menjadi
langkah antisipatif pemerintah untuk ke depanya. Pemerintah dapat mengurangi
gejala timbulnya konflik sosial dalam masyarakat disamping meningkatkan
partisipasi masyarakat Papua sendiri dalam membangun daerahnya.
Dampak
Negatif
Minimnya sumber daya manusia
dalam mengisi sektor pemerintahan, mengapa demikian? Data menunjukan dalam
birokrasi pemerintah Papua dalam hal ini jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS),
presentase junlah orang Papua hanya 20%, Sedangkan 80% non Papua. artinya,
sistem yang membatasi.
Padahal jumlah kelulusan
mahasiswa papua cukup tinggi. Dari setiap Perguruan Tinggi di Papua bahkan di
luar Papua mengeluarkan sarjana anak Papua yang cukup banyak bahkan kualitas di
atas rata-rata. sampai saat ini mereka menjadi sarjana pengangguran cukup
banyak.
Dimanakah Otonomi Khusus
itu? Bukankah otonomi khusus juga bertujuan mengurangi pengangguran dengan
memberi kesempatan kerja bagi Anak papua sendiri. Tak dapat dipungkiri
pengangguran memiliki dampak psikologis yang tinggi berbentuk stress menjadikan
orang mudah marah terbakar emosi dan kemudian berkembang menjadi konflik yang
luas.
Investor yang masuk
mengambil sumber daya alam lalu mendiskriminasikan masyarakat setempat,
menebang hutan secara illegal tanpa menganalisis dampak lingkungan, pendekatan
kebudayaan lokal (tanpa memperhatikan tempat keramat).
Investasi di Papua hanya
memberikan keuntungan dan kebahagiaan bagi Investor semata. Sementara
Masyarakat Papua sendiri terlena dengan beebagai konflik yang sepertinya dibuat
untuk mengalihkan energi dan perhatian dari para kapitalis yang merongrong
kekayaan alam Papua.
konflik semakin meningkat,
konflik yang dimaksud adalah masyarakat Papua dan masyarakat Papua, Masyarakat
Papua dengan non Papua, masyarakat dengan pemangku kepentingan misalnya, datang
pada ajang pemilihan Kepala Daerah disini biasa terjadi korban semakin tinggi
karena peran politisi yang memprofokator masyarak kecil begitu punya hak
demokrasi akhirnya terjadi konflik horizontal.
Badan Pusat Statistik (BPS)
yang menunjukkan bahwa Orang Asli Papua (OAP) telah menjadi minoritas di lima
wilayah kabupaten/kota di provinsi Papua. Kelima wilayah itu adalah Kabupaten
Merauke, Kabupaten Nabire, Kabupaten Mimika, Kabupaten Keerom dan Kota
Jayapura.Banyak Non Papua menyebar luas dan menutupi masyarakat asli Papua
ahirnya terjadi kawin silang yang terus terjadi hingga menghabiskan ras
masyarakat Papua
Dampak
Positif
Pengangguran masih sangat
tinggi di Papua. lapangan kerja di Papua masih terbatas tidak cukup menampung
sarjana yang di keluarkan oleh berbagai PTN dan PTS di papua bahkan di luar
Papua.
Pemerintah pusat harus
memberikan kewenangan penuh kepada pemerintah Provinsi dan Kabupaten Kota dalam
mengurus rumah tangganya tanpa ada intervensi, saya jamin perubahan akan
terjadi secara totalitas tanpa ada keganjalan, mereka yang di pinggir di Tarik
masuk ke dalam, mereka yang jauh akan di mendekat, mereka yang sakit akan di
proritaskan sembuh, mereka yang lemah akan di kuatkan melalui sentuhan
Pemerintah.
Membangun Papua tidak
segampang yang kita berbicara membalikan telapak tangan, butuh kerja keras dari
semua elemen pemangku kepentingan, baik, Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah,
LSM, Akademisi, Tokoh Agama, Tokoh Adat, Tokoh Masyarakat dan Tokoh Pemuda
secara berpartisipasib dalam mewujudkan Papua bangkit mandiri dan sejahtera.
Dari dua analisis dampak
positif dan dampak negatif tersebut ada beberapa poun yang mestinya
dipertimbangkan oleh pihak Pemerintah ;
Pertama, Perlu adanya
sosialisasi terkait pemekaran wilayah papua berdasarkan kajian yang kuat serta
alasan bagi pemekaran DOB Provinsi dan Kabupaten kota di Papua, sehingga
kesimpulan yang di ambil bisa tepat sasaran.
Kedua, Pemerintah Pusat
harus melepaskan semua kepentingan tanpa ada intervensi bagi Papua. Sehingga
kebijakan serta terobosan yang di lakukan bisa maksimal.
Ketiga, Pemerintah Pusat
harus mendengar langsung suara rakyat kecil dari akar rumput karena merekalah
yang merasakan dampak positif dan negatif dalam pembagunan serta merekalah yang
ikut berpartisipasi dalam pembagunan.
keempat, Pemerintah harus
fokus siapkan Sumber Daya Manusia orang asli Papua di 10 tahun mendatang.
Semoga.
Penulis adalah Ketua
Presdium PMKRI Cabang Jayapura Santo Efrem
0 comments:
Post a Comment
Gunakan kata-kata yang baik, sopan dan santun.
Dilarang keras Komentar yang berbau SARA, Pornografi, Pelecehan dan Kekerasan.
Orang Pintar Pasti Komentar Yang Berkualitas.