BAPAK SBY SAMPAIKAN ADA KELOMPOK HARDLINER ATAU KELOMPOK GARIS KERAS DI JAKARTA YANG TOLAK DIALOG DAMAI MASALAH PAPUA
"Papua masih terus bergolak. Ini tidak lepas dari kepentingan elit Jakarta" (A.C. Manulang).
Oleh Gembala DR. A.G. Socrates Yoman
Siapa yang sebenarnya Kelompok Kriminal Bersenjata (KKK) dan terorisme atau yang disebut Kelompok Hardliner di Jakarta yang menggunakan remote kontrol di Papua ini?
Pada Jumat, 16 Desember 2011, Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) dibawah kepimpinan Pdt. Dr. Andreas Anangguru Yewangoe dan Sekretaris Umum dan Pdt Gomar Gultom (kini: Ketua Umum PGI) memediasi pertemuan pimpinan Gereja Papua dengan Presiden RI bapak Haji Dr. Susilo Bambang Yudhoyono. Pertemuan tertutup ini bertempat di perpustakaan pribadinya SBY kediaman di Cikeas, Bogor, Jawa Barat.
Dalam pertemuan yang hadir dari PGI Pdt. Dr. Andreas Anangguru Yewangoe, Pdt. Gomar Gultom, Pdt. Dr. Phil Karel Erari.
Sementara delegasi pimpinan Gereja Papua yang menghadiri pertemuan adalah Ketua Sinode GKI di Tanah Papua Pdt. Jemima M. Krey, S.Th; Ketua Sinode Kingmi di Tanah Papua Pdt. Dr. Benny Giay; Ketua Umum Badan Pelayan Pusat Persekutuan Gereja-Gereja Baptis West Papua Pdt. Socratez S. Yoman, MA; dan Majelis Umum (Sinode Nasional) Gereja Kristen Alkitab Indonesia Pdt. Dr. Martin Luther Wanma dan Ibu Fredrika Korain,SH.
Dalam pertemuan itu kami sampaikan surat bertajuk "Menangani Bayi Nasionalisme (Separatisme) Papua Sebagai Hasil 'Perkawinan Paksa' Jakarta-Papua."
Banyak hal yang kami sampaikan dan peristiwa-peristiwa bersejarah integrasi Papua ke Indonesia tidak melibatkan rakyat Papua. Hal itulah yang menjadi akar masalah Papua yang terus terjadi sampai dewasa ini. Setelah penentuan pendapat tahun 1969, pemerintah melaksanakan pembangunan di Papua yang dianggap warga Papua sebagai kekerasan multi wajah.
Dalam pertemuan itu kami sampaikan bahwa "bayi nasionalisme" yang lahir dalam konteks pemerintahan yang berwajah kekerasan, kami sebagai pimpinan Gereja di Tanah Papua telah mengeluarkan Komunike Bersama Pimpinan Gereja (10 Januari 2011) dan Deklarasi Teologi (pada tanggal 26 Januari 2011) yang menyatakan bahwa Pemerintah Indonesia telah gagal membangun orang asli Papua kecuali melahirkan dan menyuburkan aspirasi Papua merdeka dan tidak punya niat untuk memutuskan mata rantai kekerasan ini.
Dalam pertemuan penting dan historis itu, kami sebagai pimpinan Gereja merekomendasikan dan meminta Pemerintah membuka diri menggelar dialog yang inklusif, tanpa syarat, yang adil, bermartabat dan komprehensif dengan rakyat Papua, dengan dimediasi oleh pihak ketiga yang netral.
Jawaban Presiden Republik Indonesia Haji Dr. Susilo Bambang Yudhoyono sebagai berikut:
1. Terima kasih Saudara-Saudara para pemimpin Gereja, saya telah mendapat informasi yang jujur dan benar dari bapak-bapak dan ibu. Memang selama ini saya menantikan informasi yang terbuka dan jujur tentang akar persoalan yang sebenarnya di Papua seperti ini.
2. Kita akan mengadakan pertemuan inklusif 3 sampai 4 kali untuk menyelesaikan seluruh persoalan di Papua mulai bulan Februari awal tahun 2012;
3. Saudara-saudara, para pimpinan Gereja, memang, saya mempunyai kerinduan untuk menyelesaikan seluruh persoalan di Papua dengan jalan damai. Tetapi, saya ditekan oleh Kelompok Hardliner (Kelompok Garis Keras) yang tidak kehendaki masalah Papua diselesaikan dengan jalan damai.
Pertanyaan kami, siapa Kelompok Hardliner (Kelompok Garis Keras) yang dimakaud dengan bapak SBY?
1. Apakah militer yang dimaksudKelompok Hardliner/Kelompok Garis Keras?
2. Apakah ultra nasionalis yang dimaksud Kelompok Hardliner/ Kelompok Garis Keras?
3. Apakah Kelompok Muslim Radikal atau Funtamentalis yang dimakaud Kelompok Harsliner?
Sayang, upaya penyelesaian dengan proses jalan damai yang kami merintis bersama PGI dan bapak presiden ini dapat dibajak dan ditutup ruang oleh Persekutuan Gereja-gereja Papua (PGGP) yang sekarang sedang berjuang Papua Christian Center (PCC). Semoga PCC tidak menutup akar sejarah konflik Papua yang dituntut untuk diselesaikan.
PGGP yang berjuang untuk bangun Papua dengan Papua Christian Center (PCC), jangan menutupi lima akar persoalan Papua yang harus diselesaikan oleh pemerintah Indonesia.
PGGP yang tergabung dalam PCC harus melihat tuntutan rakyat dan bangsa Papua Barat ini ada empat pokok akar konflik yang dirumuskan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI: sekarang Badan Riset Integrasi Nasional -BRIN) yang tertuang dalam buku Papua Road Map: Negociating the Past, Improving the Present and Securing the Future (2008), yaitu:
1) Sejarah dan status politik integrasi Papua ke Indonesia;
(2) Kekerasan Negara dan pelanggaran berat HAM sejak 1965 yang belum ada penyelesaian;
(3) Diskriminasi dan marjinalisasi orang asli Papua di Tanah sendiri;
(4) Kegagalan pembangunan meliputi pendidikan, kesehatan, dan ekonomi rakyat Papua.
Dari empat akar konflik ada satu akar konflik lagi yang ditemukan oleh Theo van den Broek ialah penguasaan, monopoli dan perampokan sumber daya alam yang dilakukan oleh penguasa Pemerintah Indonesia. Akar kelima ini disampaikan Theo van den Broek pada 29 Desember 2022 dalam refleksi LIPI dengan Topik Dinamika Papua.
PGGP dan PCC juga harus tahu bahwa AKAR persoalan Papua bukan KESEJAHTERAAN, bukan KKB, Separatis dan teroris. AKAR konflik Papua ialah
Ketidakadilan, rasisme, fasisme, diskriminasi, kolonialisme, kapitalisme, imperialisme, genocide (genosida) atau pemusnahan etnis Papua, dan militerisme.
Sebagai kesimpulan, saya mengutip komentar A.C. Manulang, Mantan Direktur Badan Koordinasi Intelijen Negara (BAKIN), bahwa:
"Bukan tidak mungkin dan jarang terjadi jika berbagai kerusuhan diberbagai daerah terlepas dari aktor intelektual dari Jakarta. Sangat mungkin kerusuhan ini didesain (didesign) dari Jakarta dengan berbagai tujuan. Sangat tidak logis, aparat kepolisian tidak bisa memanfaatkan tokoh lokal yang sangat berpengaruh dan meminta warga agar tidak lepas kendali. Rakayasa kerusuhan SARA juga akan terus dipelihara di Maluku maupun kawasan Indonesia bagian Timur. Sekarang mulai merambah ke wilayah Barat. Berdasarkan informasi yang saya dapatkan, situasi....Papua masih terus bergolak. Ini tidak lepas dari kepentingan elit Jakarta" (Sumber: Indopos: Minggu, 04 November 2012).
Bapak Haji Dr. Susilo Bambang Yudhoyono presiden ke-6 Indonesia pernah sampaikan bahwa ada hardliner/kelompok garis keras tidak menghendaki masalah Papua diselesaikan dengan jalan dialog damai.
Selamat membaca. Tuhan memberkati
Ita Wakhu Purom, Rabu, 22 Februari 2023
Penulis:
1. Presiden Persekutuan Gereja-gereja Baptis West Papua;
2. Pendiri, Pengurus dan Anggota Dewan Gereja Papua Barat (WPCC)
3. Anggota Konferensi Gereja-gereja Pasifik (PCC)
4. Anggota Aliansi Baptis Dunia (BWA).
===========
Kontak: 08124888458 (HP)
08128888712 (WA)
0 comments:
Post a Comment
Gunakan kata-kata yang baik, sopan dan santun.
Dilarang keras Komentar yang berbau SARA, Pornografi, Pelecehan dan Kekerasan.
Orang Pintar Pasti Komentar Yang Berkualitas.