Dukungan papua merdeka dari WNA,lst foto |
JAKARTA, PACEKRIBO -
Sejumlah pemimpin negara Pasifik terbang ke London, Inggris, untuk menghadiri
pertemuan Parlemen Internasional untuk Papua (International Parliamentarians
for West Papua/IPWP) di Westminster.
Seperti dilansir Radionz.co.nz, 29 April 2016, pertemuan yang berlangsung selama dua hari pada pekan depan itu akan dihadiri perwakilan Gerakan Pembebasan Papua Barat Bersatu (United Liberation Movement for West Papua/ULMWP) dan sejumlah kepala pemerintahan, termasuk Perdana Menteri Tonga Akilisi Pohiva. Adapun Vanuatu akan diwakili Menteri Pertanahan yang juga anggota parlemen Port Vila, Ralph Regenvanu.
IPWP merupakan organisasi jaringan politikus lintas partai yang mendukung rakyat Papua Barat untuk menentukan nasibnya sendiri. Rakyat Papua Barat merupakan masyarakat adat yang tinggal di Indonesia.
Regenvanu mengatakan pertemuan itu akan diisi sejumlah diskusi seputar iklim politik di Papua yang telah berubah signifikan setahun terakhir.
Menurut Regenvanu, dukungan internasional yang semakin banyak sebagai refleksi untuk merealisasi aspirasi Papua bagi sebuah proses penentuan nasib sendiri.
Pertemuan di London akan mendiskusikan strategi untuk menjaring perhatian internasional guna melakukan pemungutan suara di Papua pada akhir dekade ini, meski warga Papua belum sepenuhnya sepakat tentang upaya referendum.
Di Vanuatu, masyarakat melakukan aksi jalan kaki mendukung kemerdekaan Papua pagi ini. Aksi jalan kaki mengitari Kota Vanuatu diselenggarakan Asosiasi Vanuatu untuk Kemerdekaan Papua Barat.
Terkait dengan dukungan kemerdekaan Papua di Pasifik, Papua Nugini dan Fiji memberikan dukungan penuh kepada kedaulatan Indonesia atas Papua.
Selain pertemuan parlemen internasional di Westminster, akan digelar konferensi di Oxford sehari sebelumnya. Konferensi bertajuk The Day of Betrayal itu akan membahas Peraturan tentang Merdeka Memilih dari perspektif akademik, legal, dan hak asasi manusia.
Ketentuan Merdeka Memilih diajukan Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan melakukan referendum di Papua, sehingga Papua resmi bergabung dengan Indonesia pada 1969 sekalipun pemungutan suara saat referendum secara luas dipandang telah direkayasa. (TEMPO.COM)
Seperti dilansir Radionz.co.nz, 29 April 2016, pertemuan yang berlangsung selama dua hari pada pekan depan itu akan dihadiri perwakilan Gerakan Pembebasan Papua Barat Bersatu (United Liberation Movement for West Papua/ULMWP) dan sejumlah kepala pemerintahan, termasuk Perdana Menteri Tonga Akilisi Pohiva. Adapun Vanuatu akan diwakili Menteri Pertanahan yang juga anggota parlemen Port Vila, Ralph Regenvanu.
IPWP merupakan organisasi jaringan politikus lintas partai yang mendukung rakyat Papua Barat untuk menentukan nasibnya sendiri. Rakyat Papua Barat merupakan masyarakat adat yang tinggal di Indonesia.
Regenvanu mengatakan pertemuan itu akan diisi sejumlah diskusi seputar iklim politik di Papua yang telah berubah signifikan setahun terakhir.
Menurut Regenvanu, dukungan internasional yang semakin banyak sebagai refleksi untuk merealisasi aspirasi Papua bagi sebuah proses penentuan nasib sendiri.
Pertemuan di London akan mendiskusikan strategi untuk menjaring perhatian internasional guna melakukan pemungutan suara di Papua pada akhir dekade ini, meski warga Papua belum sepenuhnya sepakat tentang upaya referendum.
Di Vanuatu, masyarakat melakukan aksi jalan kaki mendukung kemerdekaan Papua pagi ini. Aksi jalan kaki mengitari Kota Vanuatu diselenggarakan Asosiasi Vanuatu untuk Kemerdekaan Papua Barat.
Terkait dengan dukungan kemerdekaan Papua di Pasifik, Papua Nugini dan Fiji memberikan dukungan penuh kepada kedaulatan Indonesia atas Papua.
Selain pertemuan parlemen internasional di Westminster, akan digelar konferensi di Oxford sehari sebelumnya. Konferensi bertajuk The Day of Betrayal itu akan membahas Peraturan tentang Merdeka Memilih dari perspektif akademik, legal, dan hak asasi manusia.
Ketentuan Merdeka Memilih diajukan Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan melakukan referendum di Papua, sehingga Papua resmi bergabung dengan Indonesia pada 1969 sekalipun pemungutan suara saat referendum secara luas dipandang telah direkayasa. (TEMPO.COM)
0 comments:
Post a Comment
Gunakan kata-kata yang baik, sopan dan santun.
Dilarang keras Komentar yang berbau SARA, Pornografi, Pelecehan dan Kekerasan.
Orang Pintar Pasti Komentar Yang Berkualitas.