’’Jakarta sama sekali tidak tertarik dengan orang Papua tetapi Jakarta hanya tertarik dengan Wilayah Irian Barat (West Papua). Jika inginkan Kemerdekaan, maka sebaiknya minta kepada Allah agar diberikan tempat di salah sebuah Pulau di Samudera Pasifik, atau menyurati orang-orang Amerika untuk mencarikan tempat di bulan’’ (Ali Murtopo, Komandan OPSUS)"
JOGJA,
PACEKRIBO - Seiring dengan berjalannya waktu, suara Papua Merdeka
terus merambat dan menggemparkan dunia, baik dalam negeri maupun luar
negeri sampai saat ini. Pemerintah Indonesia mengklaim bahwa papua adalah milik
NKRI. Dengan alasan bahawa Papua sama-sama dijajah oleh Belanda
atau sering disebut Hindia-Belanda. Namun bangsa Papua mengatakan
bahwa Papua bukanlah bagian dari Indonesia dengan latar belakang kehidupan yang
berbeda dengan Indonesia dari ras Malayu berkulit sawo matang. Dalam hal ini,
budaya, ras dan bahasa yang dimiliki oleh orang Papua, sudah sangat jauh beda
dengan bangsa lain seperti Indonesia- Jawa.
Dalam
perjuangan kemerdekaan Indonesia hanya berlaku dari sabang sampai Amboina yang
disebut dengan Negara Republik Serikat (RIS). Sedangkan Papua tidak dimasukan
kedalamnya, karena Papua adalah bagian dari New Guinea Belanda. Kenapa Papua
disebut dengan New Guinea Belanda (Nederlans Nieuw-Guinea)? Karena pada masa
pemerintahan kolonial Hindia-Belanda, Wilaya ini dikenal sebagai Nugini Belanda
(Nederlans Nieuw-Guinea/Dutch New Guinea ).
Namun
pemerintah dan aparat keamanan Indonesia selalu membanggakan isu dan
mengklaim bahwa Papua adalah bagian dari Indonesia yang sudah final melalui
PEPERA 1969 dan Papua merupakan bekas jajahan Belanda sehingga
otomatis masuk dalam Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945. Namun
pertanyaannya kemudian menpaga penduduk asli Papua tidak pernah mengakui
dan menerima PEPERA 1969, tapi sebaliknya secara konsisten dan terus-menerus
melakukan perlawanan terhadap sejarah diintegrasikan Papua Barat ke dalam
wilayah Indonesia? Lalu Apakah rakyat dan bangsa Papua Barat yang beretnis
Melanesia ini keliru dalam memahami sejarah diintegrasikan Papua ke
dalam wilayah Indonesia? Kemudian kalau status Papua sudah final
dalam bingkai negera kesatuan republik Indonesia, Mengapa harus ada
UU No. 21 Tahun 2001 sebagai solusi politik yang final?.
Jawaban
dari tiga pertanyaan ini adalah Perlawanan rakyat
Papua untuk menuntut rasa keadilan di tanah Papua. Karena Kelam
proses dimasukkannya Papua ke dalam wilayah NKRI, militer Indonesia
memainkan peran sangat besar dalam proses pelaksanaan dan sesudah PEPERA 1969.
Terlihat dalam dokumen militer: Surat Telegram Resmi Kol. Inf. Soepomo, Komando
Daerah Militer XVII Tjenderawasih Nomor: TR-20/PS/PSAD/196, tertanggal
20-2-1967, berdasarkan Radio Gram MEN/PANGAD No.: TR-228/1967 TBT tertanggal
7-2-1967, perihal: menghadapi referendum di IRBA tahun 1969: Mempergiatkan
segala aktivitas di masing-masing bidang dengan mempergunakan semua kekuatan
material dan personil yang organik maupun yang B/P-kan baik dari Angkatan darat
maupun dari lain angkatan. Berpegang teguh pada pedoman.
Referendum
di IRBA tahun 1969 harus dimenangkan, harus dimenangkan. Bahan-bahan strategis
vital yang ada harus diamankan. Memperkecil kekalahan pasukan kita dengan
mengurangi pos-pos yang statis. Surat ini sebagai perintah OPS untuk
dilaksanakan. Masing-masing koordinasi sebaik-baiknya. Pangdam 17/PANG OPSADAR.
Pada 14 Juli 1969, PEPERA dimulai dengan 175 anggota dewan musyawarah untuk
Merauke. Dalam kesempatan itu kelompok besar tentara Indonesia hadir (Sumber:
Laporan resmi PBB: Annex 1, paragraph 189-200).
Adapun
Surat Rahasia dari Komando Militer Wilayah XVII Tjenderawasih, Kolonel Infantri
Soemarto-NRP.16716, kepada Kamando Militer Resort-172 Merauke tanggal 8 Mei
1969, Nomor: R-24/1969, Status Surat Rahasia, Perihal: Pengamanan PEPERA di
Merauke. Inti isi surat rahasia adalah sebagai berikut: Kami harus yakin untuk
kemenangan mutlak referendum ini, melaksanakan dengan dua metode yakni metode
biasa dan tidak biasa. Oleh karena itu, saya percaya sebagai ketua Dewan
Musyawarah Daerah dan MUSPIDA akan menyatukan pemahaman dengan tujuan kita
untuk mengagbungkan Papua dengan Republik Indonesiaa (Sumber: Dutch National
Newspaper: NRC Handelsbald, March 4, 2000). Tidak saja masyarakat asli Papua
yang melakukan perlawanan aneksasi Papua dan dimasukkan ke dalam wilayah
Indonesia. ( Socratez Sofyan Yoman).
Dengan
begitu pengalaman yang dideritakan oleh rakyat Bangsa Papua dari
sejak hak Bangsa Papua diterlantarkan dan dimasukan kedalam Wilayah Republik
Indonesia Serikat kemudian seiring berjalannya waktu nama RIS dirubah menjadi
NKRI yang sekarang begitu kegila-gilaan orang mengatakan NKRI Haraga Mati,
Garuda didadaku, karena Garuda sudah ikat sehinga tidak ada yan bisa lepas dari
ikatan.
Sejak
Papua bergabung dengan Indonesia, yang dirasakan rakyat papua adalah ibarat
hidup di dalam panas bara api yang tak kunjung padam. Sehingga Bangsa Papua
atau Rakyat Papua ingin keluar dari Negara Republik Indonesia dengan
secara damai. Mengingat pengalaman masa lalu yang tak bisa dilupakan oleh
rakyat Papua sewaktu jaman Belanda, banyak perubahan besar yang mereka
merasakan bahwa apa yang diperlakukan Belanda terhadapa orang asli pribumi
Papua adalah benar-benar dihormati dan lebih kepada kemanusiawian bedah dengan
penjajahan Hindia Belanda di seluruh tanah Jawa.
Belanda
setelah meginjakan kakinya di Convergen Island (secara proses pembentukan
geologi pada pulau ini) sekarang Papua dengan bukti-bukti yang dilakukan oleh
Kerajaan Belanda adalah Agama, Pendidikan, Pemerintahan, kesehatan dan sekolah
kemiliteran terlebih khusus dalam bidang kepolisian. Pengalaman-pengalaman
inilah yang masyarakat asli Papua merasakan bahwa kami bangsa papua tidak cocok
hidup dengan Indonesia yang dari segi budaya, ras, bahasa yang sangat berbeda.
Dalam benak negara Indonesia bahwa papua sudah final melalui PEPERA 1969 bahwa
Papua milik NKRI, tetapi kenyataan sampai saat ini, Mengapa Bangsa Papua tidak
mengakui bahwa Papua bukanlah bagian dari Indonesia, dan Mengapa Bangsa Papua
selalu mengatakan kalau PEPERA adalah manipulasi?
Dalam UUD
1945, alinea pertama mengatakan “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu
ialah hak segala bangsa maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena
tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”. Undang-undang Indonesia
sudah jelas-jelas tertulis disana, lalu pertanyaanya, Kenapa Negara Indonesia
tidak menghayati dengan UUD 1945 itu dengan sesungguhnya?
Dalam
buku yang berjudul ‘’Jeritan Bangsa, Rakyat Papua Barat Mencari Keadilan’’ yang
ditulis oleh Sendius Wonda, SH., M.si. di cover buku bagian belakang dia
menuliskan kutipan dari Mantan dan atau Almahrum Presiden USA Jonh
Franklin Kennedy bahwa ‘’Tidak peduli rakyat dapat baca atau tidak, tidak
peduli rakyat hebat ekonominya atau tidak, tidak peduli rakyat bodoh atau
pintar, asal menurut hukum Internasional mempunyai syarat-syarat suatu negara
merdeka, yaitu ada rakyatnya, ada buminya, dan ada pemerintahannya, sudahlah ia
merdeka.
Kalau
Bangsa Papua memahami dengan perkata ini, Mengapa tidak Papua harus Merdeka?
Sementara yang terjadi sekarang ini setelah Papua dimasukan dalam Negara RI,
semuanya itu berubah total. Pada hal, dulu orang Papua diberikan hak yang sama
oleh Belanda membuat dan merakit pesawat, kapal, mobil, menjadi tenaga guru,
medis, militer, pejabat pemerintahan, membangun rumah (tukang bangunan),
penjahit, olahraga, dalam pengembangan kerohanian dan dalam bidang-bidang
lainya.
Jamannya
kolonial Indonesia berubah total, semua segala sesuatu yang empunya anak cucu
orang Papua dikendalikan oleh kolonial Indonesia dalam segala bidang. Orang
asli Papua Barat atau Pasifik Barat yang kulit hitam berambut keriting dan ras
Melanesia ini, tinggal diam, jadi penonton setia di atas negerinya sendiri.
Meskipun, Bangsa Papua ditindas, didiskriminasi, dibunuh, dibantai, dibohongi, dicacimaki, akan tetapi Papua tetap Papua bukan Indonesia-Jawa lagi, seperti lagu yang dinyanykan oleh seorang Arktis lokal tanah Papua Tuan Edo Kondologit yang Berjudul ‘’Aku papua’’. Lagu tersebut saya mengutip bahwa’’Hitam kulit keriting rambut Aku Papua biar nanti langit terbela Aku Papua. Artinya, Orang Indonesia ingin merubah kulit hitam, rambut keriting dengan berbagai jenis prodak kosmetik pun tidak akan berubah.
Papua adalah Papua. Indonesia adalah Indonesia. Bagi orang Papua sendiri kulit hitam dan ramut keriting bukanah penghalag dan suatu hal yang harus tawar menawar, tetapi itulah harga diri dan sebagai identitas budaya orang Papua ras Melanesia.
Perbedaan penjajahan Kolonial
Indonesia VS Kolonial Belanda adalah suatu hal yang tak bisa dulupakan oleh Bangsa
Papua terlebih khusus bagi belanda yang sudah mendidik Bangsa Papua menjadi
manusia di masa yang lalu. Sedangkan dalam penjajahan kolonial Indonesia mereka
mengutamakan Jawa, menguras kekayaan alam Papua ke jawa dan Memperkaya tanah
Jawa.
Ketidakadilan
di negara ini sudah diberlakukan sejak jaman Suharto melalui TRIKORA, melalui
PEPERA dibawah pimpinan Komandan Inteligen KOSTRAD BRIGJEN, Ali Murtopo
(Komandan OPSUS) didepan Dewan Musyawarah Penentuan Pendapat Rakyat (DMP)
bahwa, ‘’Jakarta sama sekali tidak tertarik dengan orang Papua tetapi Jakarta
hanya tertarik dengan Wilayah Irian Barat. Jika inginkan Kemerdekaan, maka
sebaiknya minta kepada Allah agar diberikan tempat di salah sebuah Pulau di
Samudera Pasifik, atau menyurati orang-orang Amerika untuk mencarikan tempat di
bulan’’.
Sudah
jelas-jelas bahwa kepedulian Negara Indonesa terhadap bangsa Papua untuk
membangun Papua, memanusiakan manusia papua sudah tidak ada
lagi. Oleh karena itu, Rakyat Bangsa Melanesia (Papua) 95% ‘’Merdeka’’ sesuai
hukum Internasional yang dikatakan oleh Mantan atau dan Almahrum Presiden USA
Mr. John Franklin Kennedy. Bangsa Papua kenapa tidak mau bergabung dan hidup
dengan Indonesia? Ada beberapa faktor utama yang orang Papua tidak mau tinggal
dengan Indonesia adalah:
Pertama, Sejarah
masa lalu melalui PEPERA yang penuh rekayasa oleh Indonesia dengan kekerasan
melalui Operasi Tumpas selama masa jabatan Jenderal Kartidjo dan Bintoro pada
tahun 1964 – 1968 sebelum Proses Penentuan Nasib Sendiri (PEPERA 1969), yang
tidak pernah dilaporkan juga di muka umum Sidang PBB. Dan Operasi Tumpas inilah
yang banyak menimbulkan korban Orang Papua. Operasi Tumpas dilakukan agar bisa
menumpas semua gerakan masyarakat Pribumi Papua yang menentang Indonesia
sebelum diadakannya Referendum (PEPERA) pada tahun 1969. Setelah itu, dibentuk
Dewan Musyawarah Penentuan Pendapat Rakyat (DMP) yang mana anggotanya ditunjuk
langsung oleh Militer Indonesia kemudian para anggota DMP itu ditampung di
suatu penampungan khusus dan tidak dijinkan berkomunikasi dengan keluarganya
atau orang lain.
Dalam
penampungan itu, mereka setiap hari diberi nasehat, terror, intimidasi,
pembunuhan dan rayuan oleh Komandan Inteligen KOSTRAD BRIGJEN, Ali Murtopo
(Komandan OPSUS). Berikut adalah ucapan Ali Murtopo kepada para
anggota DMP yaitu Jakarta sama sekali tidak tertarik dengan orang Papua tetapi
Jakarta hanya tertarik dengan Wilayah Irian Barat. Jika inginkan Kemerdekaan,
maka sebaiknya minta kepada Allah agar diberikan tempat di sebuah Pulau di
Samudera Pasifik, atau menyurati orang-orang Amerika untuk mencarikan tempat di
bulan. (John Anari S.Kom:Kegagalan Dekolonisasi dan Ilegal Referendum Di tanah
Papua).
Kedua, Sumber
daya alam yang selama ini dinikmati oleh Pemerinta Indonesia dan Amerika
Serikat tanpa memperhatikan orang asli pribumi Papua, dan terlebih khusus lagi
bagi mereka yang hak wilayat seperti suku Amungme dan Kamoro di area Freeport
Mine sanagt disayangkan pemerintah Papua sendiripun tidak bisa
melihat rakyatnya sendiri dan membiarkan begitu saja mereka melarat di atas
mamanya sendiri, kenapa saya katakan Mama? Karena Tanahlah yang menghidupkan.
Manusia bisa bekerja memperoleh sesuatu dari tanah, kalau tidak ada tanah,
bagaimana manusa bisa hidup tanpa tanah. Tanah yang subur, pastilah memperoleh hasil
yang baik, tetapi tanah yang tidak subur, tidak memperoleh hasil yang baik.
Mengapa Indonesia mengatakan Ibu Pertiwi? Sama halnya dengan orang Papua
mengatakan tanah Papua adalah Mama orang-orang Papua.
Identitas
orang asli pribumi yang berkulit Hitam, Rambut Keriting, dan Ras Melanesia dari
waktu ke waktu orang asli Papua semakin hari berkurang melalui
kekerasan yang sistematis yang dilakukan oleh pemerintah kolonial
Indonesia-Jawa, setiap tahun mengalirnya warga transmigran dari luar Papua
membludak ke Tanah Papua sehingga etnis orang asli Melanesia telah
dan sedang punah sehingga budaya etnis Melanesia pun ikut terkikis oleh
pengaruh budaya luar, yang seharusnya dilestarikan oleh orang asli Melanesia
demi masa depan anak cucunya dimasa yang akan datang.
Lalu
pertanyaannya kemudian adalah kenapa di Jawa selalu menggunakan bahasa
daerah baik itu di sekolah-sekolah, perkantoran bahkan di Akademik. Lalu kenapa
di Papua harus diwajibkan menggunakan Bahasa Malayu (Indonesia)? Karena saya
sendiri mengalami kesulitan yang fatal ketika saya masuk di salah satu
perguruan tinggi Negeri di Yogyakarata yang tidak asing lagi di telinga kita
adalah Universitas Gadjah Mada Yogyakrta, kampus bergengsi itu. Sehubungan
dengan hal itu, saya juga pernah menegur teman sejurusan dengan saya. Saat kami
berdiskusi tentang mata kuliah statistik di bawah pohon matoa Fakultas Biologi.
Karena saya tidak mengerti, kemudian saya menegurnya dengan nada yang agak
keras.
“Mas
tolong kalau bisa gunakan bahasa Indonesia yang benar dan tepat, sebab, kampus
UGM bukanlah kampus Jawa melainkan kampus seluruh Indonesia dari
Sabang sampai Merauke, bahkan kampus ini sudah disetarakan dengan
perguruan-perguruan tinggi di luar negeri sehingga kampus ini bukan lagi kampus
Indonesia tetapi kampus seluruh dunia” kata saya kepada mereka.
Ketika
saya kuliah di UGM jurusan Biologi, banyak hal yang saya pelajari namun tidak
pernah mengerti dengan apa yang diperoleh akhirnya setelah semester
II, saya tinggalkan UGM ambil Jurusan Sastra Indonesia di kampus Sanata Dharma
melalui tes akhirnya saya diterima dan saya kuliah dari semester satu.
Saya mengakui bahwa Sanata Dharma Yogyakartalah ada perubahan yang
luar biasa dan di kampus inilah yang benar-benar ada rasa nilai kebineka
tunggal ikanya terasakan.
Meskipun
ada ancaman dari negara Indonesia terhadapa kami orang Papua, di dalam hati
kami hanyalah ingin merdeka dan bebas dari segala bentuk diskriminasi,
penindasan, kemiskinan dan penderitaan. Penderitaan ini, cukup-cukup jangan ada
penderitaan lagi karena kami Bangsa Papua juga punya hak untuk menentukan nasip
kami sendiri.
Seandainya negara Indonesia tidak memasukan Papua ke NKRI, nasip bangsa Papua
tentu hidup dalam kasih dan damai, saling mengormati antar suku-suku yang ada
disekitar bumi cenderawasih. Sehubungan dengan hal itu, salah satu media lokal
Papua (Suara Perepmuan2 Papua: Edisi 13 Thn VIII pada tanggal 19 Februari
– 4 Maret 2012) bahwa pada tahun 2011 total penduduk 3,7 juta, penduduk Papua
akan jadi minoritas 47,5% atau 1,7 juta jiwa dan non Papua akan jadi mayoritas
di ditanah Papua, yakni 1,98 juta jiwa atau 53,5%. Mayoritas non Papua ini akan
meningkat menjadi 70,8% pada 2020 dari penduduk 6,7 juta jiwa. Sehingga
diperkirakan pada tahun 2030 penduduk asli orang Papua hanya akan terdiri 15,2%
dari total penduduk 15,6 juta jiwa, sedangkan non Papua akan berjumlah13,2 juta
atau 84,8%. Untuk itu, mau dan tidak mau Papua harus merdeka, kalau tidak,
Papua akan jadi minoritas di atas tanahnya sendiri dan jadi penonton setia
melihat kaum benalu.
Bangsa
Papua masih tetap dibawah kekuasan Indonesia, nasipnya akan seperti
suku Aborogin di Australia. Oleh karena itu, kami rakyat Papua minta supaya
hentikan segala macam bentuk kekerasan di tanah Papua dan segera membebaskan
para tahanan yang ada di penjara, segera Indonesia Amerika, Belanda memberikan
pengakuan Papua sebagai Negara. Indonesia sendiri membuat aturan tetapi toh
Indonesia sendiri melanggar aturan terlebih yang paling biadap adalah POLRI
yang benar-benar ditertawakan.
Bangsa
Papua kalau masih ada di kekuasaan Indonesiamaka nasipnya akan seperti
kata Ali Murtopo bahwa “Jakarta tidak perlu manusia Papuanya,
melainkan kekayaan Alamnya, kalau Papua mau merdeka, suru Amerika bawa ke bulan
kalau tidak cari pulau di Pasifik”. Jadi, orang papua tetap dibunuh dengan cara
yang halus dan mengirim masyarakat Malayu ke Papua dan penuhi seluruh tanah
papua dan menghapuskan Ras Melanesia (Genoside).
Sampai saat ini, meskipun Indonesia tidak mendengar suara orang Papua, tetapi banyak diluar sana yang sedang mendengar jeritan Bangsa Papua sehingga masalah Merdeka atau tidak itu hanyalah kita mendungu waktu, karena kebenaran akan memerdekakan dari segala bentuk kekerasan dan segala kembohongan yang dilakukan Indonesia terhadap Bangasa Papua dari sejak Indonesia memasukan Papua melalui PEPERA yang penuh rekayasa sampai saat ini, Indonesia masih pertahankan bahwa Papua bagian dari Indonesia.
Meskipun
pemerintah pusat menggulirkan dana begitu besar ke Papua Barat, tetapi dana
setriliuan itu selalu hilang ditengah jalan. Karena di tengah jalan
ada banyak tuyul-tuyul napsu duit. Kemudian yang menderita adalah rakyat kecil.
Meskipun Indonesia berusaha untuk meredamkan Papua Merdeka dalam bentuk cara
apapun, Rakyat Bangsa Papua tidak akan menyerah, namun yang ada
hanyalah lawan dan lawan sampai Merdeka. Karena Masalah Papua Merdeka bukanlah
masalah Indonesia dan Papua melaninkan Masalah Internasiona. Oleh karena itu,
Indonesia segera berhenti membunuh orang Papua, jangan menutup ruang demokrasi
di Tana Papua, berhenti menagkap orang Papua dan segera hentikan penambahan
pengiriman Militer ke Papua baik Militer organik maupun non organik samapi
dengan Intel-intel, D-88, segera berhenti mengislamisasikan Papua.
Selain
itu, jangan menambah pemekaran provinsi, Kabupaten/kota, Kampung-kampung dan
membuat dan merubah UUD serta paket-paket buatan Jakarta lainnya. Buat
pemekaran di Jawa dan sejahterakan rakyat Jawa, agar rakyat jangan
jadi kelelawar malam di pinggiran jalanan. Percuma saja setiap tahun bongkar
pasang taktik untuk mempertahankan Papua.
Oleh karena
itu, jangan memaksa rakyat bangsa Papua untuk tetap berada
di kekuasan Indonesai, segala macam bentuk apa pun
yang digunakan untuk menutup mulut orang Papua tidak akan pernah
orang Papua diam menyuarakan Papua Merdeka di dalam negeri maupun di luar negeri,
samapi Papua akan Merdeka. Meskipun, ada orang Papua yang pro merdeka.
Jadi Indonesia jangan bermimpi di siang bolong, tak ada gunanya, mimpi itu
tidak akan pernah terwujud, buktinya Timor Leste sudah lepas dari
Indonesia.
Penulis: Mahasiswa
papua kuliah di Universitas Gadjah Mada Yogyakrta
Editor: Nuken
0 comments:
Post a Comment
Gunakan kata-kata yang baik, sopan dan santun.
Dilarang keras Komentar yang berbau SARA, Pornografi, Pelecehan dan Kekerasan.
Orang Pintar Pasti Komentar Yang Berkualitas.