Di Mata Indonesia, Palestina
Lebih Penting daripada Papua
|
PACEKRIBO - Sejak [8/7], Palestina dan Israel bertikai secara terbuka. Kedua negara
saling melepaskan tembakan. Korban pun tidak terhindarkan. Rasa simpati
terhadap Palestina datang dari seluruh penjuru dunia, termasuk Indonesia.
Di Indonesia muncul demo di berbagai daerah untuk mengutuk Israel. Begitu
pula ada sumbangan dana dari berbagai komponen masyarakat untuk rakyat
Palestina. Bahkan Indonesia, melalui menteri pertahanan Yusgiantoro mengatakan
bahwa pihaknya akan segera mengirim pasukan perdamaian untuk menjaga wilayah
Palestina. Tidak ketinggalan kelompok garis keras seperti FPI pun mengklaim
akan mengirimkan pasukannya.
Menyimak berbagai berita tersebut, saya pun berpikir tentang realitas
sesungguhnya yang terjadi di Indonesia, khususnya di Papua. Bahwa di Papua,
hampir setiap hari ada manusia yang mati karena berbagai alasan kesehatan
(HIV/AIDS, malaria, gizi buruk). Banyak rakyat yang mati karena menjadi korban
penembakan kelompok bersenjata. Bahkan tidak jarang, banyak orang Papua, yang
mati di tangan TNI dan Polisi, atas nama kedaulatan NKRI.
Bukan itu saja, banyak anak usia sekolah yang terlantar dan tidak menerima
pendidikan sebagaimana mestinya. Kalau mau disandingkan, situasi di Papua tidak
kalah berbahayanya dengan serangan Israel ke Palestina. Tetapi Papua dan
penderitaannya dilupakan oleh Indonesia, bahkan oleh sebagian pejabat orang
Papua. Rupanya, kalau orang Papua yang mati, itu biasa, tetapi kalau orang
Palestina yang mati karena diterjang oleh peluru Israel itu baru luar biasa.
Kalau rakyat Indonesia dan pemerintah Indonesia begitu peduli pada
Palestina, mengapa hal yang sama tidak untuk orang Papua? Mengapa ada
diskriminasi yang begitu mendalam antara rakyat Indonesia ras melayu dengan
orang Papua yang adalah ras melanesia? Mungkin bagi sebagian orang, masalah
Papua itu biasa-biasa saja. Orang hanya berpikir, bahwa masalah Papua adalah
masalah uang. Kalau orang Papua dikasih uang, itu sudah cukup! Sesungguhnya,
Papua memiliki permasalahan yang kompleks. Papua memiliki sejarah. Papua
memiliki kekayaan sumber daya alam dan sumber daya manusia yang melimpah.
Tetapi, persis di atas kekayaan itulah, orang Papua memiliki sejumlah masalah
yang pelik, ibarat benang kusut yang sulit terurai.
Bicara tentang masalah Palestina dan Israel, berarti bicara tentang hak
asasi manusia. Kedua negara saling mengklaim batas-batas wilayah dan juga
ketenangan hidup. Ketika salah satu dari keduanya mencari masalah, maka perang
pun pecah. Seandainya, kelompok garis keras Hamas tidak membunuh ketiga remaja
Israel secara keji, dan tidak menembakkan roket-roket mematikan ke wilayah
Israel, tentu perang tidak akan terjadi. Mungkin ada motivasi lain yang
menyebabkan kedua negara saling berperang.
Saya tidak mau masuk ke ranah itu, karena sudah terlalu banyak pihak yang
memberi perhatian. Sebagai warga negara Indonesia, saya merasa bahwa nuansa
keindonesiaan di Papua kian memudar. Situasi ini terjadi karena sikap malas
tahu Indonesia terhadap jerit tangis dan penderitaan orang Papua. Indonesia
malas tahu dengan orang Papua! Mungkin itu istilah yang tepat untuk
mendeskripsikan sikap Indonesia terhadap orang Papua. Bahkan para pejabat
Indonesia, yang berasal dari Papua pun ikut-ikutan malas tahu terhadap
sesamanya orang Papua.
Contoh ada di depan mata, betapa sulitnya bangun pasar untuk mama-mama
Papua di kota Jayapura. Bukan itu saja, para pejabat orang Papua pun kerap
mencuri uang rakyatnya. Korupsi merajalela di Papua. Ini kenyataan sosial yang
sedang berlangsung di Papua. Papua memang punya segalanya: emas, hutan, minyak
bumi, cenderawasih dan sebagainya, tetapi Papua kurang cantik dan kurang seksi
di mata Indonesia.
Papua dilihat sebagai pulau orang hitam, keriting, yang berbusana daun dan
kulit kayu. Papua hanya menjadi dapur bagi Indonesia. Tetapi anehnya, ketika
orang Papua hendak meninggalkan Indonesia, mau merdeka dan berdaulat, Indonesia
justru tidak meresponnya. Indonesia takut dan mengirim banyak tentara dan
polisi untuk bunuh orang Papua yang minta merdeka.
Sesungguhnya, Indonesia terlalu pengecut! Pada titik ini, saya malu menjadi
orang Indonesia. Mungkin banyak orang pun malu menjadi orang Indonesia, yang
identik dengan teroris, koruptor, plagiat dan berbagai stigma jelek lainnya.
Ibarat pepatah tua: “gajah di pelupuk mata tidak tampak, semut di seberang laut
tampak.” Itulah Indonesia.
Masalah di Papua belum selesai, setiap hari orang Papua mati, tetapi tidak
dibiarkan. Sedangkan saat Palestina digempur Israel karena ulahnya, Indonesia
langsung bereaksi. Bagi Indonesia Palestina lebih berharga daripada Papua.
Sentimen apa yang menyebabkan Indonesia menjadi buta dan tuli terhadap
jerit tangis orang Papua? Apakah kemanusiaan orang Palestina lebih utama
dibandingkan orang Papua? Saya tidak bermaksud mengatakan bahwa Indonesia harus
tutup mata terhadap persoalan Palestina-Israel, saya hanya menyesalkan sikap
Indonesia yang kurang konsisten memperhatikan rakyatnya sendiri, tetapi mau
sibuk dengan negara lain.
Indonesia perlu bangun fondasi keindonesiaannya agar mapan, sebelum
berkoar-koar mengurusi negara lain. Indonesia perlu memperhatikan kesejahteraan
rakyatnya terlebih dahulu, sebelum mengirimkan jutaan dolar ke Palestina. Sikap
solider Indonesia yang berlebihan kurang tepat. Indonesia perlu menata dirinya
terlebih dahulu sebelum sibuk dengan negara lain.
Papua adalah salah satu wilayah yang harus menjadi pusat perhatian
Indonesia. Orang Papua terlalu banyak menanggung penderitaan karena sikap malas
tahu Indonesia. Kini saatnya Indonesia mengarahkan pandangannya ke ufuk timur
dan mulai membangun tanah dan orang Papua. Indonesia perlu bangun Papua dengan
segenap hatinya, bukan karena terpaksa atau ada motivasi lainnya. Dibutuhkan
kejujuran untuk membangun tanah Papua, bukan sikap pura-pura. Jika Indonesia
masih terus berpura-pura dengan orang Papua, sebaiknya biarkan orang Papua
menentukan nasibnya sendiri di negerinya. Merdeka!