Nesta Gimbal |
JAYAPURA, PACEKRIBO - Orang Papua harus
berjuang keras untuk merebut dan menemukan kembali indentitasnya sebagai suatu
bangsa yang di hancurkan oleh kolonialisme Indonesia dan Imperalisme global. menuju
kepunahan dari konspirasi Kolonialisem Indonesia kapitalis dan Imperalisme
global yang menjadi anaman serius hari ini.
Indentitas bangsa
Papua benar-benar dihancurkan oleh imperalisme Global dan kelaborasi dengan
Kolonial indonesia dengan menjadikan wilayah teritori west Papua sebagai
wilayah koloninya sejak 1 Mei 1963 sampai dengan saat ini.
Pengusa kolonial
indonesia membunuh indenditas bangsa Papua mulai dari budaya, adat bahasa dan
morali serta Nasinalisme kepribadian bangsa papua akibat pengarus kolonial.
Budaya sudah hancur adat sudah hancur, moral sudah hanur, bahasa mulai punah
dan terkhir pemusnahan manusia secara systematis masif dan terstruktur.
Indentitas Orang
Papua itu berkulit hitam, berambut keriting , kebiasaan hidup yang khas dan bahasa
sarana komunikasi yang berbeda dari satu wilayah ke wilayah lain itu kekayaan
budaya manusia Papua.
Namun, warisan
identitas orang Papua kini mulai terkikis akibat kekuatan budaya politik dan
ekonomi. Kekuatan politik dan ekonomi telah merubah pola pikir orang Papua.
Orang Papua melihat budaya luar lebih manusiawi daripada budayanya sendiri.
“Mau memberi nama dan
gunakan nama adat saja lupa, bahkan alergi. Kalau ini saja tidak, apa lagi yang
lain? Sangat tidak mungkin kita pastikan orang Papua peduli.
Kalau identitas
dirinya lupa, , masa depan orang Papua yang tahu diri dan budaya sangat tidak
bisa diharapkan. Banyak orang Papua yang akan hidup tanpa pondasi atau landasan
hidup. “ Ini fakta terkini yang menjadi gambaran besok. Orang papua keluar dari
norma yang ditentukan nenek moyang. Ke depan masuk surga dan neraka. Adat
dinilai kuno. Entah kuno atau modern, adat itu pondasi membangun diri.”. Semua
orang papua harus s adar akan indetitas dirinya.
Dalam Antropologi
menjelaskan bahwa secara universal ada tujuh unsur kebudayaan di setiap
komunitas, suku/etnik, kaum, dan bangsa. Tujuh unsusr kebudayaan yang
dimaksudkan adalah Bahasa, kesenian, organisasi sosial, Teknologi atau
peralatan hidup, religi, sistem pengetahuan dan sistem mata pencaharian hidup. Tujuh
unsur kebudayaan ini tentunya tidak terlepas dari kehidupan setiap insan. Dan
ketujuh unsur ini saling berkaitan antara satu dan lainnya. Jika salah satu
dari ketujuh unsur ini tidak diwariskan dari generasi satu kepada generasi
berikutnya maka akan berujung pada punuhnya unsur tersebut.
Akar adat dan budaya
itu mulai tercabut perlahan dan kering sejak tahun 1545 penjelajah asal
Spanyol, Inigo Ortiz de Retes menginjakkan kaki di tanah besar yang dihuni oleh
manusia berkulit hitam dan rambut keriting ini. Ia memberi nama Nova–Guinea
(Guinea Baru) karena tanah dan manusia yang sama pernah dilihatnya di Guinea,
Afrika Barat. Kontak antara manusia rambut keriting dan kulit hitam pemilik
pulau ini makin intens dengan para pendatang (pedagang) dari Tidore, misionaris
Jerman dan Belanda. Selebihnya, Indonesia datang dan menguasai pulau ini, tanpa
memedulikan penduduknya.
Sejak saat itu, pulau
ini dikerumuni oleh banyak pendatang dengan berbagai maksud dan tujuan. Orang
pendatang juga yang memberi nama atas pulau ini berdasarkan kepentingannya,
mulai dari de Retes (Nova-Guinea), Indonesia (bahasa dalam bahasa Biak, Irian),
dan terakhir orang asli Papua sepakat menggunakan nama Papua.
Papua, satu pulau
besar yang secara politis dibagi menjadi dua negara, Papua New Guinea di bagian
Timur dan Papua di bagian Barat, yang kini dikuasai oleh Penguasa indonesia dan
dijadikan sebagai wilayah koloninya. Sampai saat ini, Papua masih menyisakan
sejumlah misteri Papua masih menjadi wilayah bermasalah karena akar persoalanyaakar
persoalan politiknya belum diselesaikan sampai dengan saat ini yakni proses
Aneksai 1 mei 1969, Pepera 1969 yang dipaksakan dan tidak sejalan dengan
semangat New York Agreement 15 Agustus 1962, pelanggaran hak asasi manusia di
bidang sosial budaya dan sipil politik.
Selain itu, Papua
juga sedang mengalami degradasi adat-istiadat dan budaya, yang menjelma dalam
maraknya minuman keras (Miras), HIV/AIDS, korupsi, perusakan lingkungan hidup
(hutan) dan lambatnya pertumbuhan orang asli Papua. Situasi darurat saat ini
adalah memudarnya adat dan budaya orang asli Papua. Proses interaksi antara
orang asli Papua dengan kaum imigran, yang datang dengan berbagai tawaran
perubahan menyebabkan orang asli Papua mulai meninggalkan adat dan budayanya.
Penulis: Nesta
Gimbal. Aktivis Papua Merdeka