Ilst foto pengemis |
Oleh: Step M Pigai
SURABAYA, PACEKRIBO - Negara
Memikirkan kepuasaan kekayaan petinggi itu sendiri, tanpa melihat kemiskinan
rakyat jelata yang banyak menjadi perkumpulan pengamen di sepanjang ruas jalan
kota-kota besar seperti: Jawa di Jakarta/batavia, Bogor, Bandung, Yongja, Solo,
Salatika, Semarang, Malang, Surabaya dan Indonesia tengga makasar dan lain
sekitarNya. Dimana Nasionalisme negara ini, yang mengatur berganda hukum
terkait kebebasan dan keserataan kemanusiaan terkait jaminan negara terhadap
rakyat? tentu sulit akibat petinggi negara dan para politisi hanya mementingkan
kepuasaan diri oleh kekayaan.
Negara Demokratis hanya penipu publik tetapi bisa dikatakan
Negara Colonial/Pemerintah Colonial yang hanya menjaja rakyat dengan melakukan
tindakan kekerasan melalui perampasan hak milik rakyak dan hak hidup rakyat.
Itulah satu skenario yang dirancan oleh para capitalis/imperealis dan
colonialis dan militeris demi kepentingan kekuasaan dan kepuasan untuk diriNya
petinggi negara dan politisi negara itu sendiri.
Sistematis inilah yang diterapkan pula di West Papua demi
kepentingan ekonomi antara para capitalis/Imperealis dan Colonialis hingga
memakai militeris sebagai peralat untuk menguasai kekuasaan atau guna
meloloskan sebuah Perusahaan yang mau masuk di papua, sehingga militeris
menjalankan tindakan itu sesuai dengan kesepakatan antara tiga musuh mangsa ini.
Pengurasan kekayaan Alam Papua sangat tidak terhormat, dicuri
dengan kekerasan terhadap rakyat sipil atau warga yang mempunyai hakNya, enta
warga tersebut melakukan aksi atau menegur terhadap pencuri atau perusahaan
tersebut, pastiNya militer mengambil tindakan dengan tidak kemanusiaan hingga
memukul atau menembak mati warga tersebut, itulah realitas yang selalu terjadi.
Negara Indonesia sebagai Negara Hukum (katannya) Mana hukum yang
diterapkan dinegara ini untuk melindungi hak hidup maupun melindunggi kekayaan
alamNya, tentunya tidak ada hukum satu pun yang berlaku terhadap Bangsa
malanesia atau bangsa papua, Wajarlah jika hal itu terjadi karena sangat jauh
beda Ideologi antara Bangsa Melayu Indonesia dan Bangsa Malanesia West Papua.
Sejara Kebebasan terhadap bangsa west papua pada 01 Desember
1961 adalah Kemerdekaan yang Demokratis tetapi saat rezim suharto mengelabuih
sejara kemerdekaan bangsa west papua itu hingga, membentuk trikora agar ingin
merampas hak bangsa lain dengan banyak nya operasi-operasi Militer yang
dilakukan sampai pada puncaknya Pepera yang diistilakan bangsa melalu Musyawara
mufakat, sebenarnya Referendum atau "one man one vote" satu orang
satu suara. Dalam bergulir pepera itu pun tidak semua Rakyat papua yang diikut
sertakan tetapi hanya seberapa saja yang diikutkan bersamaan dengan rakyat
melayu, saat persiapan pepera rakyat papua yang diikut sertakan itu pun dalam
tekanan militrleris indonesia sampai dikarantinakan sebulan.
Pelaksaan pepera 1969 adalah ilegal, karena itu hanya
kepentingan antara Indonesia dan Amerika demi keinginan pengurasan kekayaan
alam bumi papua yang polos dalam arti masih utuh kekayaan alam di bumi papua,
sehingga atas kepentingan atau join antara Indonesia dan Amerika maka secara
tidak Demokratis menetapkan wilaya west papua adalah daerah penguasa Indonesia.
Kelicikan Capitalis Amerika sebagai penjajah Dunia memanipulasi
sejara rekayasa bersamaan dengan Colonial Indonesia hanya demi Kekuasaan
kekayaanNya.
Pergerakan perjuangan Anak Bangsa west papua tetap selalu hidup
dalam perjuangan perlawan ini. Karena kebenaran itu tidak akan dikalakan oleh
kekerasan dan kejahatan yang selalu diterapkan atau dilakukan oleh ketiga musuh
Utama yakni Capitalis, Colonialis dan Militerisme yang sebagai dalang utama
musuh kita rakyat papua yang perlunya kita rakyat Papua harus Hancurkan,
Hapuskan dan Lawan dengan kita rakyat Papua mendasarkan Kesadaran akan Sang
Pencipta Tuhan Allah dan Alam Papua bhakan Kesadaran Diri kita sebagai bangsa
yang memiliki Adat sebagai Jati Diri hingga Memahami Sejara sebagai dasar
kebenaran maka, tentunnya Kesadaran diri akan terbentuk menjadi radik dalam
perjuangan ini sampai akhir Kebebasan itu tercapai.
LAWAN.
Penulis: Step M Pigai, Ketua AMP Komite kota surabaya