Front Persatuan Mahasiswa Tutup Freeport baik dari GempaR-Papua, AMP, FIM, SONAMAPPA dan BEM USTJ saat melakukan jumpa pers terkait aksi, 20 Maret 2017 di Jayapura – Agus Pabika |
JAYAPURA, PACEKRIBO - Ada beberapa perwakilan perwakilan masyarakat yang menyampaikan kepada Kementrian dan DPRI bahwa PTFI sendiri tidak mendatangkan keuntungan pada orang Papua. Oleh karena itu perlu ada solusi dengan menutup PTFI tanpa sikap kompromi.
Hal tersebut disampaikan oleh Yason Ngelia, Koordinator Gerakan Mahasiswa Pemuda dan Rakyat (GempaR) Papua saat melakukan jumpa pers di sekretariat BEM USTJ. Kamis, (16/3/2017), Jayapura, Papua.
Ia menambahkan polemik PTFI perlu disikapi karena para elite yang memprovokasi masyarakat untuk meminta sebagian jabatan. Ada juga kelompok nasionalis, Organisasi Kemasyarakatan (OKP) di Indonesia yang sudah mulai mengambil langkah atau isu nasionalisasi sedangkan masyarakat Papua yang selama ini menjadi korban baik itu tujuh suku atau orang asli Papua secara umum itu belum menyatakan sikap.
"Penutupan PTFI ini tidak ada sikap kompromi terhadap Freeport itu sendiri karena tidak banyak memberikan keuntungan sehingga kami dari Gerakan Mahasiswa Pemuda dan Rakyat Papua (GempaR - Papua), Aliansi Mahasiswa Papua (AMP), Forum Independent Mahasiswa (FIM) dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Sains dan Teknologi Jayapura (USTJ) kami berharap solidaritas atau Front ini mendorong persatuan mahasiswa yang lebih solid khususnya untuk isu Freeport agar di tutup tanpa kompromi," katanya.
Kata Yason, Freeport menjadi polemik nasional dan tidak menutup kemungkinan negara-negara besar seperti Arab Saudi dan sebentar lagi kunjungan dari wakil presiden Amerika Serikat dengan agenda kelanjutan konsistensi Freeport.
"Kenapa kami melihat Freeport dan Indonesia itu adalah sebuah kekuatan besar yang sudah 50 tahun terakhir ada dan bekerja sama untuk mendominasi baik sisi pemerintahan maupun investasi. Freeport adalah penyebab utama sehingga terjadi inflitrasi militer Indonesia yang besar sehingga saat itu telah terjadi pembantaian yang di duga kuat adalah pelangaran HAM yang tidak pernah terungkap," katanya.
Lanjut dia, kehadiran Freeport juga telah menguras kekayaan alam Papua bukan hanya tembaga yang direncanakan pada awal tapi juga emas, uranium dan lainnya tanpa memberikan kontribusi yang berarti. Kalaupun ada dana satu persen yang diberikan kepada orang Papua adalah dana yang berdasarkan tuntutan, berdasarkan pengorbanan dan itu bukan itikad baik dari PT Freeport maupun pemerintah.
PT Freeport juga sumber konflik baik pelangaran HAM yang dilakukan militer tetap juga Freeport memelihara konflik antara suku. "Kami melihat itu sebagai manajemen konflik untuk mempertahankan eksistensi PT Freeport di Papua sehingga tutup Freeport di tenggah polimik UPK atau KK ini solusi terbaik dan untuk mahasiswa sendiri kami tetap konsisten untuk itu," katanya.
"16 Maret 2006 mahasiswa Papua pernah melakukan hal yang sama yaitu penutupan PT Freeport dan itu juga terjadi pembantaian terhadap mahasiswa Papua tetapi yang di publis adalah kematian beberapa polisi dan hari ini kami mengangkat isu yang sama yaitu tutup PT Freeport dan ketika teman-teman bertanya kalau tutup ada solusi? Sebagai orang Papua dan masyarakat dunia juga memiliki hak yang sama tentang bagaimana menentukan nasib sendiri dengan mekanisme internasional tentang self Determinations iu harus berlaku untuk masyarakat Papua dalam konteks apa pun," katanya.
Sementara itu Ketua Umum Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Jerry Wenda mengatakan, sudah seharusnya sekarang sikap mahasiswa tidak hanya teman-teman di gerakan namun seluruh mahasiswa yang ada di tanah Papua, untuk bisa ambil bagian melibatkan diri dalam aksi tanggal 20 Maret 2017 dengan tujuan aksi di DPR Papua.
"Aksi Front Persatuan Mahasiswa Tutup Freeport ini juga akan dilakukan di beberapa kota di Jawa baik Jakarta, Jogja dan beberapa kota lainnya di Indonesia tengah."
Selaku koordinator umum aksi Nelius Wenda, mengatakan selama 50 Tahun tidak ada sesuatu yang dibuat oleh Freeport untuk orang asli Papua bahkan tujuh suku lain Amungme-Kamoro masih melarat di atas negerinya sendiri dan dengan aksi ini ditegaskan bahwa Pemerintah baik Gubernur, Bupati dan elite politik yang lain mereka itu tahu sejarah masuknya Freeport sehingga merasa pemerintah dan juga menikmati hasil di atas penderitaan rakyat Papua.
"Aksi ini bentuk dari dukungan protes dan bentuk keprihatinan kami atas apa yang dilakukan Freeport terhadap kami di atas tanah Papua saya mengajak seluruh mahasiswa, komponen masyarakat untuk bergabung bersama kami," ajak Nelius yang juga ketua BEM USTJ Abepura.
Selain itu ketua Forum Independent Mahasiswa (FIM) Teko Kogoya mengatakan petakan saja Freeport itu apa kerugian bagi orang Papua dan kemudian apa keuntungan bagi orang Papua.
"Saya melihat keuntungan itu dinikmati oleh orang-orang elite atau penguasa dan bicara banyak tapi rakyat melarat mereka merasa punya hak menjadi korban dan penonton setia, kena imbas itu baik perang suku dan lainnya sumber dari Freeport dan Freeport bukan keuntungan bagi rakyat Papua," katanya. (*)
Sumber: tabloidjubi.com
0 comments:
Post a Comment
Gunakan kata-kata yang baik, sopan dan santun.
Dilarang keras Komentar yang berbau SARA, Pornografi, Pelecehan dan Kekerasan.
Orang Pintar Pasti Komentar Yang Berkualitas.