Oleh: Maiton Gurik
Poster Tulisan: Otsus Gagal, Hak Hidup Rakyat Papua Terancam |
JAKARTA, PACEKRIBO - Hanya Untuk Orang-Orang
Tertentu dan Khusus. Begitulah kita diartikan otonomi khusus (otsus) di Papua.
Otsus kini beranjak pada usia lebih dari 9 tahun.
Negara mempunyai semacam rule
(aturan) yang dijelaskan dalam pasal 18b ayat1 UUD 1945, mengakui dan menghormati
satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa.
Sedangkan sebagian lain (elit dan negara), mengakui Provinsi Papua merupakan
bagian dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan bahkan ada sebagian
masyarakat Papua tidak mengakui pengakuan semacam itu. Kalau seperti itu? Otsus
untuk siapa? Masyarakat atau Elit? Kalau masyarakat, masyarakat siapanya?
Sedangkan kalau elit, elit yang mana? Pertanyaan semacam ini, pasti kita bosan
menjawabnya? Namun, dengan tidak bosan -bosan, saya coba bantu menjawab untuk
kita bahwa, yang disebut otsus itu hanya khusus untuk orang-orang tertentu dan
buat orang-orang terlatih (kita sebagian lain hanya mengakui keberadaannya),
sejenis menyimpang, menindas dan korup.
Keputusan politik penyatuan
Papua menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia pada hakikatnya
mengandung cita-cita luhur, entahlah? Namun, kenyataannya tidak seluhur itu.
Berbagai kebijakan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan yang
sentralistik belum sepenuhnya memenuhi rasa keadilan, damai dan bebas. Belum
sepenuhnya memungkinkan negara mensejahteraan rakyat Papua. Belum sepenuhnya
mendukung terwujudnya penegakan hukum (yang selalu penyimpang dan mati ditengah
jalan). Belum sepenuhnya menampakkan penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia
(HAM) di Provinsi Papua. Khususnya juga kepada masyarakat Papua.
Kondisi tersebut
mengakibatkan terjadinya kesenjangan pada hampir semua sektor
kehidupan.Terutama dalam bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan sosial
politik serta pelanggaran HAM berat sampai kini, negara tidak serius
mengurusnya. Pengabaian hak-hak dasar penduduk asli Papua, entah kelakuan
Jakarta atau bentolannya (elit Papua). Adanya perbedaan pendapat mengenai
sejarah penyatuan Papua ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (masih
belum duduk dibicarakan).
Masalah akar persoalan
sejarah politik Papua yang masih perlu diselesaikan (inti persoalannya). Upaya
penyelesaian masalah tersebut kini masih dinilai kurang menyentuh akar masalah
dan aspirasi masyarakat Papua, sehingga memicu berbagai bentuk kekecewaan dan
ketidakpuasan ini dan itu. Para penyelenggara pemerintah atau wakil rakyat pun,
seolah dengar dan diam. Apa kata masyarakatnya (ditanya pun tidak). Sadisnya
sungguh sakit terasanya, gaya bermain negara dan elit model ini.
Kesempatan reformasi
memberi peluang bagi timbulnya pemikiran dan kesadaran baru untuk menyelesaikan
berbagai permasalahan besar di Papua. Dalam menata kehidupan pemerintahan yang
lebih baik. Itu hanya menjadi cerita bisu di telinga saya dan para penyelengara
pemerintah di Papua.
Sehubungan dengan itu,
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia menetapkan perlunya pemberian
status Otonomi Khusus kepada Provinsi Papua sebagaimana diamanatkan dalam
Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/1999 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara
Tahun 1999-2004 Bab IV huruf (g) angka 2. Dalam Ketetapan MPR RI Nomor
IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah,
yang antara lain menekankan tentang pentingnya segera merealisasikan Otonomi
Khusus tersebut melalui penetapan suatu undang-undang otonomi khusus bagi
Provinsi dengan memperhatikan aspirasi masyarakat.
Hal ini merupakan suatu
langkah awal yang positif dalam rangka membangun kepercayaan rakyat kepada
Pemerintah, sekaligus merupakan langkah strategis untuk meletakkan kerangka
dasar yang kukuh bagi berbagai upaya yang perlu dilakukan demi tuntasnya
penyelesaian masalah-masalah di Provinsi Papua.
Pada konteks lain,
Istilah “Otonomi Khusus” OTSUS haruslah diartikan sebagai kebebasan bagi rakyat
Papua untuk mengatur dan mengurus diri sendiri. Sekaligus pula berarti
kebebasan untuk berpemerintahan sendiri dan mengatur pemanfaatan kekayaan alam
Papua (seperti Freeport sekarang). Sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Papua dengan
tidak meninggalkan tanggung jawab untuk ikut serta mendukung penyelenggaraan
pemerintahan daerah di Papua.
Hal lain yang tidak kalah
penting adalah kebebasan untuk menentukan strategi pembangunan sosial, budaya,
ekonomi dan politik yang sesuai dengan karakteristik dan kekhasan sumber daya
manusia serta kondisi alam dan kebudayaan orang Papua.
Hal ini penting sebagai
bagian dari pengembangan jati diri orang Papua yang seutuhnya yang ditunjukan
dengan penegasan identitas dan harga dirinya – termasuk dengan dimilikinya
simbol-simbol daerah seperti lagu, bendera dan lambang. Istilah “khusus”
hendaknya diartikan sebagai perlakuan berbeda yang diberikan kepada Papua
karena kekhususan yang dimilikinya. Kekhususan tersebut mencakup hal-hal
seperti tingkat sosial ekonomi masyarakat, kebudayaan dan sejarah politik yang
tentu diluruskan.
Ada Nilai Benang Merah
“Otsus”
Dalam rangka mewujudkan
terpenuhi hak dan kewajiban dasar rakyat Papua, Rancangan Undang-Undang Otonomi
Khusus Papua dikembangkan dan dilaksanakan dengan berpedoman pada sejumlah
nilai-nilai dasar. Nilai- nilai dasar ini bersumber dari adat istiadat rakyat
Papua, nasionalisme yang bertumpu pada prinsip-prinsip manusia universal.
Penghormatan akan demokrasi dan hak-hak asasi manusia. Karena itulah, nilai-nilai
dasar yang dimaksudkan merupakan prinsip-prinsip pokok dan suasana kebatinan
yang melatar belakangkangi penyusunan kerangka dasar Rancangan UndangUndang
Otonomi Khusus Provinsi Papua yang selanjutnya diharapkan akan berfungsi
sebagai pedoman dasar bagi pelaksanaan berbagai aspek Otonomi Khusus Papua di
masa mendatang.
Ada menang merah yang
bisa ambil nilainya adalah perlindungan terhadap Hak-hak Dasar Penduduk Asli
Papua. Demokrasi dan kedewasaan berdemokrasi, penghargaan tehadap etika dan
moral. Penghargaan terhadap Hak-hak Asasi Manusia. Penegakan Supremasi Hukum.
Penghargaan terhadap Pluralisme. Persamaan kedudukan, hak dan kewajiban sebagai
warga negara.
Sehingga, Otonomi Khusus
Papua itu benar ada kebebasan bagi rakyat Papua untuk mengatur dan mengurus
diri sendiri. Sekaligus pula berarti kebebasan untuk berpemerintahan sendiri.
Mengatur pemanfaatan kekayaan alam Papua untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
Papua. Tidak meninggalkan tanggung jawab untuk ikut serta mendukung
penyelenggaraan pemerintahan Papua.
Kampus Unas
Jakarta, 10 April 2017
0 comments:
Post a Comment
Gunakan kata-kata yang baik, sopan dan santun.
Dilarang keras Komentar yang berbau SARA, Pornografi, Pelecehan dan Kekerasan.
Orang Pintar Pasti Komentar Yang Berkualitas.