Saat salah satu anggota
FRI-West Papua menyampaikan orasinya di depan massa aksi, di depan Gedung PBB
Jakrta Pusat, Jln.MH.Thamrin Jakarta.(Foto: Doc.AMP Jakarta)
|
JAYAPURA, PACEKRIBO - Kegagalan
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam menjalankan mandatnya untuk memastikan
penentuan nasib sendiri bangsa West Papua pada tahun 1969 berdampak panjang
hingga saat ini. Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) yang dilaksanakan di bawah
pengawasan PBB, berjalan dengan penuh kecurangan. Bangsa West Papua dijanjikan
bahwa tiap orang bisa memilih, namun nyatanya hanya 1.026 dari sekitar 800.000
orang yang bisa memilih saat itu. Orang-orang yang bisa memilih itu pun dipilih
dan di bawah todongan senjata militer Indonesia. Maka dari itu, PEPERA adalah
tidak sah karena tidak sesuai dengan ketentuan internasional dan tidak mewakili
keinginan bangsa West Papua yang sesungguhnya.
Berbagai aksi brutal militer Indonesia berlanjut. Pada dekade
1980an hingga1990an, tepatnya 26 April 1984, terjadi pembunuhan terhadap tokoh
nasionalis Papua, Arnold Clemens Ap. Pembunuhan itu disertai pengungsian
besar-besaran ke Papua New Guinea (PNG). Kemudian pembunuhan terhadap DR.
Thomas Wanggai pada 13 Maret 1996. Pada 10 November 2001 terjadi pembunuhan
oleh pasukan khusus Tentara Nasional Indonesia (Kopassus) terhadap Ketua Dewan
Presidium Papua (DPP) Theys Hiyo Eluay. Pada 14 Juni 2012 terjadi penembakan
kilat terhadap Ketua I Komite Nasional Papua Barat (KNPB), Mako Tabuni. Selain
itu, terjadi juga penangkapan terhadap aktivis KNPB Wamena dan penembakan kilat
terhadap Kordinator Komisariat Militan KNPB Pusat Hubertus Mabel pada tanggal
16 Desember 2012 di Wamena. Pada Tanggal 8 Desember 2014 terjadi
pembunuhan luar biasa, yang masuk kategori pelanggaran HAM berat, di paniai
oleh TNI-Polri yang mengakibatkan 22 orang masyarakat sipil, di
antaranya 5 Orang siswa SMA, meninggal dunia, dan 17 lainnya luka-luka
kritis.
Masih banyak lagi berbagai kasus kejahatan terhadap
kemanusian yang dilakukan militer Indonesia terhadap Rakyat Papua lainnya yang
tidak terhitung jumlahnya. Bangsa West Papua dibunuh, disiksa, diculik,
diintimidasi, dan diperkosa oleh aparatur negara Indonesia hingga hari ini
akibat lalainya PBB.
Selain itu, minggu ini bangsa West Papua kedatangan Pelapor
Khusus PBB tentang Kesehatan. Tingkat kesehatan, ketiadaan tenaga medis, jumlah
kematian ibu dan anak, jumlah kasus HIV/AIDS di West Papua adalah yang
tertinggi di Indonesia akibat dari kolonialisasi yang berkepanjangan. Maka,
kami mendesak supaya Pelapor Khusus PBB tersebut melaporkan dan memberitakan
kepada Dewan HAM PBB dan dunia mengenai kondisi kesehatan yang sebenar-benarnya
di West Papua.
Untuk itu, Front Rakyat Indonesia untuk West Papua bersama
Aliansi Mahasiswa Papua menuntut dan mendesak PBB untuk:
- PBB harus bertanggungjawab untuk
meluruskan sejarah PEPERA dan proses aneksasi West Papua ke
Indonesia
- PBB harus membuat resolusi untuk
memberikan referendum kemerdekaan bagi bangsa West Papua yang sesuai dengan
hukum internasional
- Pelapor Khusus PBB tentang
Kesehatan memberitakan kondisi kesehatan yang sangat buruk di West
Papua akibat dari kolonialisasi yang berkepanjangan.
Demikian pernyataan sikap ini. Kami menyerukan kepada seluruh
Rakyat West Papua untuk bersatu dan berjuang merebut cita-cita Pembebasan
Sejati Rakyat dan Bangsa Papua Barat. Atas perhatian dan dukungan seluruh
Rakyat Papua, kami ucap terima kasih. Tuhan beserta kita.
Jakarta, 03 April 2017
AMP dan FRI-West Papua
(ampnews.org)
0 comments:
Post a Comment
Gunakan kata-kata yang baik, sopan dan santun.
Dilarang keras Komentar yang berbau SARA, Pornografi, Pelecehan dan Kekerasan.
Orang Pintar Pasti Komentar Yang Berkualitas.