Foto saat pembacaan pernyataan sikap; Lawan Pembungkaman Demokrasi, Kriminalisasi dan Kekerasan Terhadap Rakyat (Foto: Dok. Frans Pigai/KM) |
"Pres Release Solidaritas Untuk Papua (AMP dan FMN) Lawan
Pembungkaman Demokrasi, Kriminalisasi dan Kekerasan Terhadap Rakyat"
SURABAYA, PACEKRIBO - Persoalan mengenai pembungkaman demokrasi semakin menunjukkan
derajat keterpurukkan pada prakteknya di Indonesia. Pembungkaman ini mewujud ke
dalam beberapa hal seperti kasus kekerasan; pelarangan hak berpendapat,
berekspresi, dan berorganisasi; kriminalisasi; bahkan tak jarang berbuntut pada
kematian.
Beragam bukti pun terpapar. Kasus yang terakhir terjadi di tanah Kraton Jogyakarta pada tanggal, 14 Juli 2016 saat Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) hendak melakukan aksi damai. Pelarangan aksi termanifestasikan melalui olok-olok beraroma rasis, penahanan, hingga pemblokiran jalan di area Asrama Papua yang berada di Jalan Kusuma Negara Jogjakarta, sehingga banyak dari mereka kelaparan akibat tidak bisa melakukan aktivitas apapun. Tidak hanya itu, kriminalisasi juga terjadi di luar sektor mahasiswa, bahkan puluhan hingga ratusan aktivis jamak dilakukan pihak aparat sebagai alat represifitas Negara.
Baca juga" Massa Aksi AMP Kota Surabaya, Dihadang Aparat Gabungan TNI dan Polri
Beragam bukti pun terpapar. Kasus yang terakhir terjadi di tanah Kraton Jogyakarta pada tanggal, 14 Juli 2016 saat Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) hendak melakukan aksi damai. Pelarangan aksi termanifestasikan melalui olok-olok beraroma rasis, penahanan, hingga pemblokiran jalan di area Asrama Papua yang berada di Jalan Kusuma Negara Jogjakarta, sehingga banyak dari mereka kelaparan akibat tidak bisa melakukan aktivitas apapun. Tidak hanya itu, kriminalisasi juga terjadi di luar sektor mahasiswa, bahkan puluhan hingga ratusan aktivis jamak dilakukan pihak aparat sebagai alat represifitas Negara.
Baca juga" Massa Aksi AMP Kota Surabaya, Dihadang Aparat Gabungan TNI dan Polri
Kondisi darurat demokrasi melalui serentetan pembungkaman kebebasan berserikat, berekspresi dan mengemukakan pendapat dialami pula oleh banyak aktivis. Kasus lain yang mengalami hal serupa adalah tragedi penangkapan 11 orang warga Rumpin Bogor setelah melakukan aksi protes pada tanggal, 19 Juli 2016 terkait kerusakan jalan yang tak kunjung mendapatkan perhatian dari pihak pemerintah. Hasilnya 1 orang dinyatakan sebagai tersangka, dan hingga saat ini masih ditahan.
Tragedi anti demokrasi lainnya juga terjadi di Pulau Kalimantan, tepatnya di Desa Olak-olak Kubu, Kalimantan Barat saat demonstran yang berencana melakukan aksi damai di depan kantor wilayah PT. Sintang Raya harus dihadapkan dengan kekerasan dan kriminalisasi. Akibatnya sekitar 11 orang kaum tani harus mengalami luka-luka dan penanganan medis, sementara 1 orang harus ditahan. Sebelumnya pada tanggal, 22 Juli 2016 juga telah terjadi penangkapan 4 orang aktivis dan ditetapkan sebagai tersangka.
Darurat demokrsi pun terjadi di bumi Papua, semua gerakan atau aktivitas pembukaman ruang demokrasi dan penangkapan aktivis LSM, dan aktivis mahasiswa, dan semua gerakan sipil yang mau melakukan protes terhadap ketidakadilan demokrasi di Papua. Sangat kental terjadi yang di praktekan oleh Negara Republik Indonesia terhdap orang Papua.
Baca juga: Belum Mengerti Arti Demokrasi, Ormas Malang Sebut Mahasiswa Papua Di Kota Malang Makar?
Praktek kekerasan dan pembungkaman ruang demokrasi yang terjadi belakangan ini di Papua sangat kompleks. Sebagai contoh adanya oenangkapan aktivis Komite Nasional Papua Barat (KNPB), dengan jumlah massa aksi yang kisaranya mencapai 1000 lebih massa di seluruh Papua pada 13 Juli 2016 sekarang tanpa bukti dan alasan yang jelas.
Pembungkaman ruang demokrasi dan penangkapan aktivis juga di alami oleh Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) di Jawa dan Bali pada tanggal, 15 juli 2015 di Malang, dalam Aksi tersebut 32 Aktivis dan Masa Aksi Papua di Tangkap oleh kaki tangan resim Negara Indonesia, dengan alasan tidak ada surat izin aksi.
Sebelumnya, pada tanggal, 01 juli 2016 juga sempat terjadi pembungkaman di Kota Malang. Pembungkaman terwujud dari adanya pembubaran paksa terhadap massa aksi oleh ORMAS FKPPI dan Pemuda Pancasila. Beberapa hari kemudian juga pembungkaman kembali terjadi di Surabaya pada tanggal, 14 jui 2016. Aksi damai yang dilakukan kembali di bubarkan dengan alasan tidak dikeluarkannya STTP (surat tanda terima pemberitahuan), dengan situasi yang makin represif oleh Negara terhadap gerakan rakyat, di butuhkan gerakan masif dari rakyat karena musuh yang kita lawan adalah usuh bersama yaitu sistem yang menindas serta menghisap rakyat oleh karena itu Solidaritas Untuk Papua (SUP) menyatakan sikap:
1. Hentikan tindakan represivitas terhadap gerakan rakyat
2. Hentikan kriminalisasi dan bebaskan aktivis gerakan rakyat
3. Hentikan kekerasan terhadap aktivis gerakan rakyat
4. Hentikan diskriminasi rasial terhadap gerakan rakyat
5. Tangkap, hukum dan adili pelaku kekerasan terhadap aktivis
6. Hentikan pembungkaman terhadap ruang demokrasi di Indonesia
7. Buka ruang demokrasi seluas-luas nya di Indonesia
Konfrensi Pers Aliansi Mahasiswa Papua di Asrama Kemasan III Papua, Surabaya, Jln. Kalasan No. 10 Surabaya.
Konfrensi pers (press conference) dilakukan pada pukul, 16.00 oleh AMP dan FMN di Asrama Kemasan III Papua, Surabaya, Jln. Kalasan No. 10 Surabaya. Konferensi pers yang dilakukan, terus dipantau oleh pihak kepolisian di area luar asrama. Kegiatan konferensi pers di akhiri dengan pembacaan press release oleh kawan Hendrik dari AMP (Aliansi Mahasiswa Papua). (www.kabarmapegaa.com)
0 comments:
Post a Comment
Gunakan kata-kata yang baik, sopan dan santun.
Dilarang keras Komentar yang berbau SARA, Pornografi, Pelecehan dan Kekerasan.
Orang Pintar Pasti Komentar Yang Berkualitas.