Ilustrasi foto/http://www.dihaimoma.com |
PACEKRIBO - Ketika kita menatap
Papua dikekinian untuk melihat kehidupan anak mudah di sana. Kita akan
dihadapkan pada kenyataan yang membuat kita sulit merangkak apa lagi melangka
untuk mengatasinya. Kenakalan itu tumbuh ibarat kangker ditubuh generasi emas
yang terus bermutasi. Penyakit sosial ini perlahan tumbuh dan menjalar hinggga
keujung satuan saraf. Ungkapan bahwa "Kita mati banyak" merupakan
realitas yang tidak lagi dapat kita sembunyikan. Kenakalan remaja di Papua yang
di saya maksud bukan hanya menyerang satu sisi kehidupan tetapi hampir segala
sisi kehidupan.
Dari sekian banyak persoalan kenakanan remajah itu. Terdapat dua hal yang menonjol dan perlahan mulai menjadi tradisi dikalang anak remaja di Papua. Pertama penyakit sosial yang perna pacaran melampauhi batas sehingga berganti pasangan dan mengundang penyakit sosial seperti HIV/AIDS. Kedua penyakit sosial yang bernama konsumsi alkohol melampauhi batas wajar sehingga membuat tubuh tidak mampu mengendalikan kadar alkohol yang membuat seseorang lepas kontrol alias mabuk. Kedua kasus ini secara terselubung menyerang kita.
Dari sekian banyak persoalan kenakanan remajah itu. Terdapat dua hal yang menonjol dan perlahan mulai menjadi tradisi dikalang anak remaja di Papua. Pertama penyakit sosial yang perna pacaran melampauhi batas sehingga berganti pasangan dan mengundang penyakit sosial seperti HIV/AIDS. Kedua penyakit sosial yang bernama konsumsi alkohol melampauhi batas wajar sehingga membuat tubuh tidak mampu mengendalikan kadar alkohol yang membuat seseorang lepas kontrol alias mabuk. Kedua kasus ini secara terselubung menyerang kita.
Berangkat dari kedua poin persoalan di atas. Saya akan berbagi 5 hal yang patut di ketahui anak mudah Papua saat ini. Pertama yang berhubungan dengan pacaran. Kedua berhungan dengan mabuk. Yang pada kenyataannya kita kenal frasa "Kita mati banyak"
Perlu diketahui, artikel ini bukan atas pengamatan langsung di lapangan apa lagi dari sebuah penelitian tetapi lebih berupa rangkuman dari hasil tanya jawab via handphone dengan 13 orang informan di Papua. Perlu digaris bawahi bahwa dari jumlah informan di atas, 4 orang diantaranya tenaga medis.
Kasus HIV/AIDS di kabupaten Nabire hingga september
2016 menduduki peringkat pertama dan tertinggi di Provinsi Papua. Demikian
dikemukakan Kepala Bina Pengamatan & Pencegahan Penyakit, Dinas Kesehatan
kabupaten Nabire, dr. Frans Sayori.[1]
Pertama-Pacaran, kata ini merupakan kata keramat yang terkadang
menyesatkan. Keramat Karena tergantung cara kita memaknai prosesnya. Dari segi
positif pacaran merupakan proses saling mengenal yang jika saling mencintai
selanjutnya akan melangkah ke tingkat serius untuk membangun rumah tangga. Dari
segi negatif pacara ini terkadang membawa kita pada kekecewaan dan frustasi
yang tidak lain berujung pada berganti pasangan. Artinya, kosongnya kesetiaan.
Sederhananya, berharap indah tetapi berakhir suram dan
menyakitkan. Selanjutnya berganti Pasangan. Apakah anda pernah mengalaminya?
Hehehe jawab sendiri!
Secara umum rata-rata generasi mudah
di Papua mengenal minuman alkohol pada usia produktif. Artinya, masa pubertasi
merupakan masa yang rawan untuk berhadapan dengan setan yang bernama alkohol
dan juga hukum alam yang harus terjadi di masa pubertas yang biasa kita sebuat
pacaran. Kata pacaran ini akan menjadi penyakit sosial ketika pacaran melebihi
batas, khususnya pada saat seseorang melewati masa-masa pubertas.
Secara psikologis dengan adanya perubahan-perubahan pada tubuh yang
ditandai meningkatnya gelora jiwa pada masa pubertas. Sesorang akan mencari
jatih dirinya.
Jika di tinjau dari sisi etika. Setiap tindakannya dan perbuatannya dilakukan pada masa ini selalu berangkat dari dasar ingin dianggap dan ingin diakui kehadirannya dalam lingkungan sosial. Sehingga tidak salah, jika mereka memaknai cinta dengan lawan jenis sebagai sebuah keindahan.
Satu hal yang perlu diketahui anak mudah Papua dipoin ini adalah cinta itu tidak seindah alunan lagu yang terus anda dengar ketika galau. Atau tidak semulus cinta di sinetron yang anda tonton dan terus membentuk mindset anda. Cinta tidak senikmat hubungan sex yang menjadi kodrat manusia. Cinta itu bagian dari tanggungjawab yang besar. Cinta bukan hanya akan menguji kedewasaan anda tetapi juga kekonsistenan anda.
Artinya ketika anda berani untuk mencintai maka anda juga harus tahu cinta itu tangungjawab.Tidak selamanya berjalan indah dan mulus. Ada saatnya anda akan menangis, ada saatnya anda akan membenci diri sendiri, dan ada saatnya anda disakiti dan menyakiti. Dari kondisi seperti ini, jelas menjadi catatan buat pucuk-pucuk Papua. Gelora cinta pada masa pubertas adalah bukan cinta yang dibangun atas kesungguhan dan tangungjawab tetapi bagian dari kodrat sebagai proses hukum alam yang harus dilalui manusia untuk mencapai kedewasaan. Cinta yang dibanung atas tangungjawab akan muncul ketika masa itu terlewati. Intinya, masa pubertas yang anda alami saat ini bukan hanya anda yang mengalaminya tetapi semua orang dewasa telah mengalaminya. Hehehe termasuk saya.
Jika di tinjau dari sisi etika. Setiap tindakannya dan perbuatannya dilakukan pada masa ini selalu berangkat dari dasar ingin dianggap dan ingin diakui kehadirannya dalam lingkungan sosial. Sehingga tidak salah, jika mereka memaknai cinta dengan lawan jenis sebagai sebuah keindahan.
Satu hal yang perlu diketahui anak mudah Papua dipoin ini adalah cinta itu tidak seindah alunan lagu yang terus anda dengar ketika galau. Atau tidak semulus cinta di sinetron yang anda tonton dan terus membentuk mindset anda. Cinta tidak senikmat hubungan sex yang menjadi kodrat manusia. Cinta itu bagian dari tanggungjawab yang besar. Cinta bukan hanya akan menguji kedewasaan anda tetapi juga kekonsistenan anda.
Artinya ketika anda berani untuk mencintai maka anda juga harus tahu cinta itu tangungjawab.Tidak selamanya berjalan indah dan mulus. Ada saatnya anda akan menangis, ada saatnya anda akan membenci diri sendiri, dan ada saatnya anda disakiti dan menyakiti. Dari kondisi seperti ini, jelas menjadi catatan buat pucuk-pucuk Papua. Gelora cinta pada masa pubertas adalah bukan cinta yang dibangun atas kesungguhan dan tangungjawab tetapi bagian dari kodrat sebagai proses hukum alam yang harus dilalui manusia untuk mencapai kedewasaan. Cinta yang dibanung atas tangungjawab akan muncul ketika masa itu terlewati. Intinya, masa pubertas yang anda alami saat ini bukan hanya anda yang mengalaminya tetapi semua orang dewasa telah mengalaminya. Hehehe termasuk saya.
Sederhananya, cinta pada masa pubertas sangat kecil
kemungkinan akan berujung di pelaminan, tetapi bagian dari pembelajaran anda
untuk mencintai. Sebelum anda memulai mencintai anda harus tahu bahwa sakit
hati, amarah, air mata dan lainnya terkadang merupakan sahabat sehidup semati
dari cinta. Hal ini memunngkinkan anda melangkah dalam kesadaran sehingga
tidak kaget ketika berhadapan dengan masalah seperti ini. Apa lagi menyalahkan
orang lain?
Kalau hanya berpandangan cinta adalah kebahagian, atau cinta itu
anugra dari Tuhan yang indah sebagaimana dalam sinetron atau dalam alunan
lagu maka sudah pasti akan hancur ketika menghadapi masalah seperti ini. Dalam
artian resikonya sangat besar.
Bagi pucuk-pucuk calon mama Papua. Pikir baik-baik
sebelum terlena. Ingat ko mama yang akan menentukan berlangsung atau tidaknya
generasi Papua di atas surga kecil.
Kedua- Hubungan anak mudah Papua dan minuman keras sudah menjadi tradisi
yang terus merenggut nyawa anak mudah Papua.
Memang benar dan suatu kenyataan bahwa tidak semua anak mudah Papua pemabuk. Tetapi kenyataan bahwa beberapa dari kita suka mabuk juga merupakann suatu fakta yang tidak dapat kita sangkal.
Sebenarnya, alkohol itu bukan tidak baik. Tubuh kita memerlukan alkohol dalam menjaga kekebalan tubuh tetapi yang menjadi persolan di Papua adalah kita tidak paham metode yang sesuai dengan kondisi kesehatan tubuh kita. Ya, dalam kasus ini jika kita analogikan dengan orang di barat, maka berbading terbalik.
Memang benar dan suatu kenyataan bahwa tidak semua anak mudah Papua pemabuk. Tetapi kenyataan bahwa beberapa dari kita suka mabuk juga merupakann suatu fakta yang tidak dapat kita sangkal.
Sebenarnya, alkohol itu bukan tidak baik. Tubuh kita memerlukan alkohol dalam menjaga kekebalan tubuh tetapi yang menjadi persolan di Papua adalah kita tidak paham metode yang sesuai dengan kondisi kesehatan tubuh kita. Ya, dalam kasus ini jika kita analogikan dengan orang di barat, maka berbading terbalik.
Menurut Elizabeth Kovacs, direktur program penelitian
alkohol di Loyola University Medical Center, Chicago. Studi menunjukkan bahwa
minum alkohol atau wine khususnya, dapat mengurangi risiko penyakit jantung,
stroke, batu empedu, diabetes tipe2, demensia dan dapat meningkatkan sistem
metabolisme dalam tubuh.Masih menurut dia, takaran mengkonsumsi alkohol
bagi perempuan adalah satu gelas kecil dalam sehari, dan dua gelas sehari untuk
laki-lak[2]
Hehehe Ingat ee, kutipan di atas bukan untuk mendukung dan mengajak anda
untuk mabuk. saya hanya kitip sebagai pendukung argument.
Poin persoalannya, sampai saat ini anak mudah Papua belum mampu membedahkan. Minum untuk kesehatan dan minum untuk mabuk. Saya yakin, mereka minum untuk mabuk. Karena kalau sudah minum pasti akan tambah lagi dan lagi, sampai teler. Pasalnya, dulu saya juga pernah singgah di dunia itu Hehehe.
Ketiga-Kita mati banyak. Dari 13 informan yang saya hubungi. Mereka sempat bercerita bahwa di sini orang mati karena minuman keras dan mati karena penyakit penyakit sosial yang bernama AIDS sulit dibedakan. Selain itu, disusul dengan mati karena tabrak lari dari oknum tertentu dan mati karena kekerasan militer. Selanjutnya, disusul dengan penyakit lain.
Sudah menjadi info umum bahwa Generasi Papau mati karena 4 hal di atas tidak dapat kita sembunyikan.
Belum lama ini saya bersama 3 orang sahabat menghitung orang yang meninggal dari tahun 2011-2017. Jumlahnya mencapai 112 orang. Baru dua minggu berselang dari perhitungan itu, saya di infokan bertambah tiga orang jadi totalnya menjadi 115 orang. Itupun yang saya kenal.
Sampai di sini, kita tahu bahwa generasi Papua tidak hanya mati karena alkohon, penyakit sosial yang merajalelah di Papua, dan tabrak lari. Kita juga mati akibat kekerasan militer. Lebih jauh lagi, kita bukan hanya menjadi minoritas tetapi terus berlanjut dan berajak ke kepunahan.
Kita mati karena penyakit sosial berinisial 4 huruf yang rekornya berturut-turut dipegang oleh orang Papua dengan mayoritas usia produkitf dan kata mereka banyak pulah yang bertahan hidup karena mengkonsumsi obat teratur. Ibarat mayat hidup. Mati karena ditabrak lari dan ditembak, terus meningkat. Dan disusul oleh mati karena penyakit lainnya. Membuat kita nengerti bahwa depopulasi manusia Papua saat ini begitu nyata.
Poin persoalannya, sampai saat ini anak mudah Papua belum mampu membedahkan. Minum untuk kesehatan dan minum untuk mabuk. Saya yakin, mereka minum untuk mabuk. Karena kalau sudah minum pasti akan tambah lagi dan lagi, sampai teler. Pasalnya, dulu saya juga pernah singgah di dunia itu Hehehe.
Ketiga-Kita mati banyak. Dari 13 informan yang saya hubungi. Mereka sempat bercerita bahwa di sini orang mati karena minuman keras dan mati karena penyakit penyakit sosial yang bernama AIDS sulit dibedakan. Selain itu, disusul dengan mati karena tabrak lari dari oknum tertentu dan mati karena kekerasan militer. Selanjutnya, disusul dengan penyakit lain.
Sudah menjadi info umum bahwa Generasi Papau mati karena 4 hal di atas tidak dapat kita sembunyikan.
Belum lama ini saya bersama 3 orang sahabat menghitung orang yang meninggal dari tahun 2011-2017. Jumlahnya mencapai 112 orang. Baru dua minggu berselang dari perhitungan itu, saya di infokan bertambah tiga orang jadi totalnya menjadi 115 orang. Itupun yang saya kenal.
Sampai di sini, kita tahu bahwa generasi Papua tidak hanya mati karena alkohon, penyakit sosial yang merajalelah di Papua, dan tabrak lari. Kita juga mati akibat kekerasan militer. Lebih jauh lagi, kita bukan hanya menjadi minoritas tetapi terus berlanjut dan berajak ke kepunahan.
Kita mati karena penyakit sosial berinisial 4 huruf yang rekornya berturut-turut dipegang oleh orang Papua dengan mayoritas usia produkitf dan kata mereka banyak pulah yang bertahan hidup karena mengkonsumsi obat teratur. Ibarat mayat hidup. Mati karena ditabrak lari dan ditembak, terus meningkat. Dan disusul oleh mati karena penyakit lainnya. Membuat kita nengerti bahwa depopulasi manusia Papua saat ini begitu nyata.
Pertanyaanya, kenapa kita tidak memahami itu? Mungkin persoalnnya
adalah kesadaran. Kesadaran ini menjadi sulit terwujud di Papua karena
lingkungan dan situasi yang di bentuk sedemikian rupa sehingga kita tidak
menyadari itu. Atau kita terlalu di sibukan dengan kebencian kita terhadap
sistem ini sehingga kita lupa melihat dan menjaga diri kita sendiri dari dalam
lingkungan sosial? Ya. Karena melawan atau manklukan diri sendiri terkadang
lebih sulit daripada menaklukan orang lain. Sebab kata Gus Dur tatapan seseorang
yang telah menaklukan dirinya mampu menaklukan mata yang sedang gelisa.
Keempat- Generasi Papua terus semakin hancur karena penyakit sosial. Jumlah Orang Papua terus berkurang dan menjadi minoritas dalam berbagai bidang. Kita akan sadar ketika mencapai titik serupa dengan orang Amborigin di Australia. Sebelum semua itu terjadi, saat ini kesadaran menjadi hal yang vital di Papua.
Hal ini senada dengan pendapat Damien Kingsburry, seorang profesor Politik Internasional dari Deakin Universityh, mengatakan. Impian untuk merdeka bagi rakyat Papua sangat sulit untuk dicapai. Apalagi berkat program transmigrasi, kemungkinan jumlah ras Melanesia di Papua sudah dibawah 50 persen dan bukan lagi mayoritas [2]. Bukan hanya dia, sudah banyak penelitian yang menunjukan suatu saat orang Papua akan punah di atas tanahnya sendiri.
Keempat- Generasi Papua terus semakin hancur karena penyakit sosial. Jumlah Orang Papua terus berkurang dan menjadi minoritas dalam berbagai bidang. Kita akan sadar ketika mencapai titik serupa dengan orang Amborigin di Australia. Sebelum semua itu terjadi, saat ini kesadaran menjadi hal yang vital di Papua.
Hal ini senada dengan pendapat Damien Kingsburry, seorang profesor Politik Internasional dari Deakin Universityh, mengatakan. Impian untuk merdeka bagi rakyat Papua sangat sulit untuk dicapai. Apalagi berkat program transmigrasi, kemungkinan jumlah ras Melanesia di Papua sudah dibawah 50 persen dan bukan lagi mayoritas [2]. Bukan hanya dia, sudah banyak penelitian yang menunjukan suatu saat orang Papua akan punah di atas tanahnya sendiri.
Ahli Indonesia dari University of Sydney, Australia,
menilai data tentang jumlah Orang Asli Papua (OAP) yang dihasilkan oleh Badan
Pusat Statistik (BPS) harus dicermati secara hati-hati karena belum
mencerminkan angka yang sesungguhnya. Ia juga mempertanyakan data BPS yang
menunjukkan jumlah OAP di Papua tumbuh 5 persen per tahun pada rentang waktu
tahun 2000-2010 sebagai hal fantastis.
Berangkat dari realitas di atas, jika kita kaitkan dengan tuntutan Papua
untuk merdeka maka jangankan kesadaran orang Papua untuk bergabung dan berjuang
untuk menyuarakan kekerasan dan menuntuk hak untuk menentukan nasib sendiri.
Jika ada generasi mudah di Papua yang memiliki kesadaran akan pentingnya
keturunan dan terus menjaga diri dari kenakalan remaja dan terus bersekolah
saja, kita harus bersyukur.
Hal ini menunjukan bahwa, jika kita tidak membenahi diri akan pentingnya kesadaran diri maka suatu saat yang akan terjadi di atas tanah Papua ini adalah Orang Papua bertemu orang Papua itu akan sama halnya dengan kita bertemu orang Papua di Jakarta. Menyedihkan.
Kelima- Kesadaran tertinggi dalam menyikapi penyakit sosial yang terus terjadi di Papua adalah bukan pada saat kita merasa kita sadar. Bukan pada saat kita sadar dan berjuang melawan penjajahan tetapi masih terlibat dalam penyakit sosial lainnya. Dan bukan juga pada saat kita berusaha menyadarkan orang lain. Kesadaran yang di bangun atas pribadi dan melangkah keunit sosial terkecil bernama keluarga. Kesadaran dari keluarga yang melangka ke unit sosial yang lebih luas, lingkungan sosial masyarakat dan seterus.
Melihat kondisi seperti ada beberapa pertanyaan yang menjadi catatan buat generasi kita saat ini di Papua. Bagaimana kita bisa sadar selama kita masih perang antar suku?. Dan lebih parahnya lagi, generasi mudah yang berpendidikan turut terlibat dalam hal semacama itu. Bagaimana kita sadar ketika kita masih membeda-bedakan ko gunung dan pantai? Bagaimana kita bersatu dan sadar ketika ada masalah kita hanya berani sama sesama orang Papua yang menjadi sasaran empuk veronika untuk bermain peran vital aduh dombanya? Bagaimana kita membangun kesadaran dan kesatuan ketika generasi muda yang dianggap berpendidikan masih terlibat membeda-bedakan daerah dan suku dikalangan kita?
Hal ini menunjukan bahwa, jika kita tidak membenahi diri akan pentingnya kesadaran diri maka suatu saat yang akan terjadi di atas tanah Papua ini adalah Orang Papua bertemu orang Papua itu akan sama halnya dengan kita bertemu orang Papua di Jakarta. Menyedihkan.
Kelima- Kesadaran tertinggi dalam menyikapi penyakit sosial yang terus terjadi di Papua adalah bukan pada saat kita merasa kita sadar. Bukan pada saat kita sadar dan berjuang melawan penjajahan tetapi masih terlibat dalam penyakit sosial lainnya. Dan bukan juga pada saat kita berusaha menyadarkan orang lain. Kesadaran yang di bangun atas pribadi dan melangkah keunit sosial terkecil bernama keluarga. Kesadaran dari keluarga yang melangka ke unit sosial yang lebih luas, lingkungan sosial masyarakat dan seterus.
Melihat kondisi seperti ada beberapa pertanyaan yang menjadi catatan buat generasi kita saat ini di Papua. Bagaimana kita bisa sadar selama kita masih perang antar suku?. Dan lebih parahnya lagi, generasi mudah yang berpendidikan turut terlibat dalam hal semacama itu. Bagaimana kita sadar ketika kita masih membeda-bedakan ko gunung dan pantai? Bagaimana kita bersatu dan sadar ketika ada masalah kita hanya berani sama sesama orang Papua yang menjadi sasaran empuk veronika untuk bermain peran vital aduh dombanya? Bagaimana kita membangun kesadaran dan kesatuan ketika generasi muda yang dianggap berpendidikan masih terlibat membeda-bedakan daerah dan suku dikalangan kita?
Poin intinya sudah saatnya kita sebagai generasi mudah
yang berpendidikan meninggalkan cara-cara lama yang terus menanam benih
kebencian antar suku, marga, dan agama di Papua.
Mengacu pada pembahasan di atas, saat
ini di Papua sangat sulit kita berbicara tentang kesadaran yang menyeluruh.
Bagi saya, hal itu terlalu jauh. Melihat situasi saat ini di Papua, kesadaran
pribadi generasi muda akan pentingnya menjaga diri dari penyakit sosial dan
terus bersekolah dan belajar mengembangkan diri menjadi sama pentingnya dengan
kesadaran untuk memperjuangkan hak politik kami yang telah dirampas. Percuma
jika generasi mudah terus mati karena penyakit sosial tetapi kita mengabaikan
hal itu. Mengapa demikian? Sebab hal paling fundamental dari perjuangan Papua
untuk menentukan nasib sendiri selama ini bukan karena kekayaan alamnya atau
bulakan pula karena kehadiran orang non Papua di Papua tetapi demi
keberlangsungan manusia Papua yang di kenal dengan bangsa Melanesia ber ras
Negroid sebagai bangsa yang berdaulat. Artinya, akan jadi sia-sia jika kita
tidak menyadari bahwa kita mati banyak karena penyakit sosial tetapi kita
berjuang merebut kebebasan. Karena kebebasan itu akan di nikmati oleh generasi
dari bangsa lain.
Kesadaran
yang menyeluru adalah saat setiap pribadi mampu menaklukan diri, mampu
memposisikan diri. Kesadaran yang benar-benar berakar dan muncul dari dalam
pribadi individu bahwa, pergaulan bebas itu tidak baik, mabuk itu tidak baik,
kesadaran bahwa mampu menyelesaikan masalah antara orang Papua tanpa berujung
pada korban nyawa, dan bahkan sadar bahwa kita sedang tidak sadar dalam
kematian yang turus meningkat merupakan langkah awal untuk melihat kesadaran
itu sendiri dan yang terakhir pentingnya kesadaran pada setiap individu bahwa
meskipun sedikit saya harus buat apa untuk tanah Papua sebisa
mungkin. Itulah kesadaran diri yang akan membangkitkan semangat juang.
Kesadaran yang mempu melakukan perlawan dengan apapun tanpa terlena oleh
penyakit sosial lainnya.
Dengan demikian pertanyaannya yang mesti kita jawab adalah apakah benar kita sudah menempatkan diri kita dalam kesadaran sehingga tidak terlibat dalam kedua poin penyakit sosial yang disinggung pada artikel ini? Hal ini sangat dibutuhkan karena kematian manusia Papua oleh beberapa hal di atas kian tidak terkendali. Terlepas dari iya atau tidaknya jawaban anda dari pertanyaan di atas. Satu hal yang pasti adalah anda dan saya merupakan langkah awal untuk menyiapkan senyum generasi Papua mendatang.
Dengan demikian pertanyaannya yang mesti kita jawab adalah apakah benar kita sudah menempatkan diri kita dalam kesadaran sehingga tidak terlibat dalam kedua poin penyakit sosial yang disinggung pada artikel ini? Hal ini sangat dibutuhkan karena kematian manusia Papua oleh beberapa hal di atas kian tidak terkendali. Terlepas dari iya atau tidaknya jawaban anda dari pertanyaan di atas. Satu hal yang pasti adalah anda dan saya merupakan langkah awal untuk menyiapkan senyum generasi Papua mendatang.
Di akhir
artike ini saya kembali mempertegas poin-poin di atas agar pembaca tidak
tersesat dan memahami konteks pembangunan isi artikelnya. Ketika kita mengacu
pada status kita sebagai mahasiswa maka dalam berarguman kita di ajar untuk
berbicara di atas data fakta. Dan memang benar sebagai akademisi sudah
sepatutnya kita bertindak di atas data fakta. Tulisan ini di bangun atas
dasar agumen 13 orang informan di Papua yang saya hubungi via telpon belum
lama ini dan juga rujukan dari informasi di beberapa situs. Secara faktual jika
mengacu kepada etika kelayakan informasi, maka tulusan ini hanya bersifat opini.
Ada peribaha mengatakan tak adea gading yang tidak retak maka tentu saja artikel ini di sajikan dengan segala kekurangannya. Sebagai bacaan yang bersifat refektif baik dari penulis mapun pembaca, jadi jika terdapat kekurangan mohon tinggalkan saran dan kritikan dari anda. Terima kasih.
Ada peribaha mengatakan tak adea gading yang tidak retak maka tentu saja artikel ini di sajikan dengan segala kekurangannya. Sebagai bacaan yang bersifat refektif baik dari penulis mapun pembaca, jadi jika terdapat kekurangan mohon tinggalkan saran dan kritikan dari anda. Terima kasih.
[1]nabirenet online, edisi
[2]Kompas.Com online edisi, 02/21/012
[3] Satuharapan.com Online, 14/1/2017
[2]Kompas.Com online edisi, 02/21/012
[3] Satuharapan.com Online, 14/1/2017
(Penulis: Dihai)
ReplyDeleteSemoga Bermanfaat,Terimakasih.!!!
https://goo.gl/73G7YM