Natalis Piai, Komisioner komisi Hak Asasi Manusia ( Komnas Ham) |
JAKARTA, PACEKRIBO - Komisioner Komisi Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Natalius Pigai mengatakan, pihaknya telah melakukan pemantauan dan penyelidikan terkait kerusuhan di Kelurahan Sanggeng, Distrik Manokwari Barat, Kabupaten Manokwari pada 26 Oktober lalu.
Komnas HAM menerima pengaduan dari berbagai elemen masyarakat Papua Barat pada 27 Oktober 2016.
Salah satu yang mengadukan adalah Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH).
Pengadu melaporkan bahwa dalam peristiwa Sanggeng ada dugaan tindakan kekerasan yang dilakukan jajaran Polda Papua Barat, terutama Brimob dan Polres Manokwari.
"Peristiwa tersebut telah mendapatkan perhatian dari berbagai komunitas. Komunitas masyarakat Papua, komunitas nasional maupun internasional," ujar Pigai, saat memberikan keterangan pers, di Kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (22/11/2016).
Pigai menjelaskan, pada 9-11 November 2016 lalu, Komnas HAM telah melakukan pemantauan dan penyelidikan atas peristiwa kerusuhan tersebut.
Proses pemantauan ini dilakukan dengan meminta keterangan korban, kelurga korban, Polda Papua Barat, DPRD Papua Barat, Gubernur Papua Barat dan tinjauan ke lokasi kerusuhan.
Menurut Pigai, kerusuhan bermula dari keributan antara Vijay Pauspaus, seorang warga asli Papua dan lima orang warga pendatang.
Keributan terjadi di sebuah warung makan, hingga salah seorang warga pendatang melakukan penikaman terhadap Vijay Pauspaus.
Atas peristiwa tersebut, Abdul Jalil Pauspaus, orangtua Vijay, bersama 10 orang warga Sanggeng mendatangi sebuah pos polisi.
Abdul kemudian mengajak Kasatreskrim Polres Manokwari ke TKP dan menuduh 5 orang yang sedang ada di depan toko sepatu Sanggeng sebagai pelaku penikaman anaknya.
"Terdapat fakta pihak Kepolisian tidak mampu mengamankan lima orang warga pendatang yang diduga sebagai pelaku penikaman terhadap Vijay Pauspaus bahkan ditengarai salah seorang yang diduga sebagai pelaku penikaman bernama Samsir telah melarikan diri dari tangan polisi," kata Pigai.
Menurut Pigai, ketidakmampuan polisi merespons cepat kasus penusukan Vijay menyulut emosi warga masyarakat.
Polisi pun dinilai bertindak tidak netral dan cenderung berpihak pada warga pendatang.
Akibatnya, 200 warga Sanggeng berkumpul dengan membawa alat berupa parang, batu, kayu dan besi.
Kerusuhan terjadi saat anggota polisi mencoba menghalau massa dengan mengeluarkan tembakan peringatan dan massa membalas dengan melemparkan batu ke arah polisi.
Berdasarkan penyelidikan Komnas HAM, dalam peristiwa terdapat 12 orang warga Papua yang menjadi korban yang terdiri dari satu meninggal dunia, lima orang mengalami luka tembak dan enam mengalami penyiksaan serta penganiayaan oleh aparat.
Sumber: kompas.com
Editor Nuken
0 comments:
Post a Comment
Gunakan kata-kata yang baik, sopan dan santun.
Dilarang keras Komentar yang berbau SARA, Pornografi, Pelecehan dan Kekerasan.
Orang Pintar Pasti Komentar Yang Berkualitas.