Perempuan papua (dok mp) |
Penulis: Nipson Murib
PACEKRIBO - Perempuan Papua yang selalu dipandang rendah dalam pekerjaan atau kepemimpinan, yang selalu dipikirkan oleh kaum laki-laki bahwa perempuan ditugaskan di dapur dan mengurus anak-anak.
Ungkapan dan tuturkata yang selalu diucapkan para laki-laki Papua terhadap perempuan bahwa, "Prempuan baru bicara banyak, Perempuan baru terlalu bikin diri hebat, Perempuan baru duduk dengan kelompok laki-laki, Perempuan duduk didepan laki-laki, Perempuan baru nakal," dan ungkapan merendahkan lainnya yang selalu diucapkan oleh kaum laki-laki sejak turun temurun sampai saat ini. Demikian juga, kapitalisme masih mengurung para perempuan dalam pekerjaan rumah tangga karena kerja ini adalah kerja gratis, kerja yang tidak dibayar. Sistem Kapitalis membutuhkan buruh yang terawat dan juga bisa berkembang-biak.
Tugas perawatan dan perkembang-biakan adanya di pundak perempuan. Karena perempauan harus merawat suaminya, supaya bisa terus kerja di pabrik. Dia juga harus melahirkan lalu membesarkan anaknya sebagai generasi pekerja seterusnya dalam kapitalisme, oleh karenanya, tugas perempuan ini sangat krusial untuk keberlangsungan sistem penindasan.
Pandangan kaum laki-laki dan kapitalis menyangkut ini secara tidak langsung membuat prempuan direndahkan kusunya prempuan Papua, di rasis, di tindas,diskriminasi oleh pria Papua sendiri. Tetapi dilihat dari kenyaan prempuan pada umumnya adalah pintar, kreatif, tenang, sangat kuat dalam pengurusan keluarga seperti ; soal makan, minum, mengandung anak, menyusui anak, berkebun, nelayan dan sebagainya.
Pekerjaan prempuan memiliki waktu 24 jam kerja dari pada kaum laki-laki. sesuai dari kerja-kerja prempuan diatas, maka secara kerja fisik prempuan sangat pekah dalam pekerjaannya dari pada pria.
Di mata kapitalis, kaum perempuan dipandang sebagai sumber tenaga kerja yang bisa dibayar murah. Yang lebih parah, kaum perempuan juga hanya dipandang sebagai tenaga kerja cadangan – yang akan dipekerjakan saat kerja produksi tertentu memerlukannya, dan dibuang ketika kebutuhan akan tenaga perempuan tidak memerlukannya lagi.
Pada saat sekarang pun, di Indonesia, ketika gerakan-gerakan perempuan mengalami booming, jutaan tenaga kerja perempuan hanya mengisi pos-pos kerja produksi tertentu yang tidak stabil. Meskipun semua perempuan dari kalangan menengah tengah berbicara lantang mengenai “dunia perempuan" dan "girl power", perempuan kelas pekerja tetap menjadi bagian yang paling tertindas.
Persoalan pembebasan perempuan dan revolusi justru tersatukan dalam tali-temali yang sama. Dalam perspektif Marxis, kita melihat persoalan pembebasan nasional dan penindasan perempuan dalam bingkai garis kelas. Untuk itu, perjuangan perempuan tidak bisa memisahkan diri dari gaung pembebasan kaum tertindas lainnya.
Dalam cita-cita penumbangan kapitalisme dan pendirian negara buruh, kekuatan politik perempuan punya tempat yang tidak bisa diremehkan. Banyak revolusi dan peristiwa-peristiwa besar terjadi karena campur tangan mereka. Lenin sendiri mengatakan bahwa gerakan perempuan adalah fundamental bagi setiap keberhasilan revolusi proletar. Untuk itulah gerakan proletar tidak bisa tidak harus menyatu dengan gerakan pembebasan perempuan. Keduanya berdiri saling menyokong. Maka dari itu kelas penguasa paham bahwa kekuatan politik perempuan menjadi tiang penting yang harus dihancurkan berikut dengan ideologinya”.
Sebagaimana di belahan dunia yang lain, masyarakat meletakkan perempuan sebagai warga kelas dua. Meskipun di dalam gerakan, kaum perempuan sering kali dipandang sebagai elemen terbelakang yang kesadarannya begitu susah untuk terdorong ke depan, lemah berpikir, dan mengedepankan perasaan daripada otak. Begitulah penilaian atas kaum perempuan, jika kita menggunakan akal sehat. Namun sebagai kaum Marxis, kita tidak menggunakan akal sehat, kita menggunakan dialektika. Akal sehat (logika formal) tidak mampu memahami hal-hal yang sifatnya kompleks. Dengan dialektika, kita tahu bahwa setiap hal selalu mengandung benih dari hal lain yang menjadi lawannya. Gampangnya: setiap kemunduran selalu mengandung potensi untuk terjadinya kemajuan, tiap kelemahan dapat dibalik menjadi kekuatan, tiap kekuatan dapat menjadi titik lemah yang mematikan, tiap kelahiran akan membawa kematian dan tiap kematian adalah bahan bakar bagi sebuah kelahiran baru. Dialektika bekerja tanpa kasat mata. Ia adalah proses yang terus berlangsung dan tanpa henti. Tidak melulu berjalan lurus, kadang zig-zag, mengalami proses yang gradual, stagnasi dan kemunduran, bahkan mengalami lompatan-lompatan. Trotsky menyebutnya, proses molekular dalam revolusi.
Bagi kaum Marxis, akar masalah dari segala bentuk penindasan terdiri dalam pembagian masyarakat ke dalam kelas. Tapi penindasan dapat mengambil banyak bentuk. Di samping penindasan kelas, kita menemukan penindasan satu bangsa di atas yang lain, penindasan rasial, dan penindasan terhadap perempuan.
Pada zaman perkembangan ini kaum prempuan papua tidak dipandang rendah lagi dalam hal kepemimpinan, pekerjaan dan dalam perjuangan papua merdeka. Sebenarnya prempuan papua memiliki kelebihan khusus dari kaum laki-laki, seperti tanggisan dan teriakan prempuan Papua adalah kekuatan api yang membakar semangat kaum laki-laki untuk menghadapi pertempuran atau perjuangan. Perjuangan prempuan Papua dan teriakan prempuan papua dalam perjuangan Papua Merdeka mulai berkembang meluas di seluruh tanah Papua, di tanah kolonial Indonesia dan juga diluar negeri. Tujuan Perjuangan prempuan Papua demi memperjuangkan masa depan anak-anak Papua yang nantinya tanpa penindasan, tanpa perampokan, tanpa, pemerkosaan, tanpa pengusuran, tanpa pembunuhan, tanpa intimindasi, dan tanpa kolonial, inperealis, Militerism.
Tangisan dan teriakan prempuan papua adalah api yang membakar semangat dan emosi untuk menghadapi pertempuran atau musu h Kolonial. Tangisan, teriakan dan perlawanan prempuan Papua saat ini disebabkan oleh kekejaman TNI POLRI (Militer) yang berada di atas tanah Papua yang membuat anak-anak Papua yang sebagai hak ulayat tanah Papua tidak diangkap sebagai manusia Ciptaan yang sama, bukan hanya dengan perlakuan TNI, Polri saja, tetapi kesadaran Nasionalisme Sejarah perjuangan, maka suara prempuan mulai bertumbuh dan berkembang melawan penjajah yang selalu penuh dengan politik kolonial untuk menipu anak-anak Papua dari generasi ke generasi.
Kenapa Prempuan Papua Melawan?
Tidak berarti pula, bahwa perempuan harus menunggu datangnya revolusi sosialis untuk memecahkan masalah-masalah mereka, dan sementara itu berserah diri pada diskriminasi, penghinaan dan dominasi laki-laki. Sebaliknya, tanpa perjuangan sehari-hari di bawah masyarakat sosial hari ini, sebuah perjuangan untuk revolusi sosialis tidak akan pernah terpikirkan. Justru melalui perjuangan untuk reforma-reforma lah kelas pekerja secara keseluruhan akan belajar, mengembangkan kesadarannya, memperoleh kekuatan sendiri, dan akan meningkatkan level dirinya ke tingkat yang dituntut oleh tugas sejarah yang lebih besar. Banyak perempuan-perempuan muda pertama kali menyadari kebutuhan untuk mengubah masyarakat melalui perjuangan hak-hak perempuan. Mereka termotivasi oleh rasa amarah yang disebabkan ketidakadilan dan perlakuan biadab terhadap perempuan oleh masyarakat yang munafik, yang mengklaim tunduk pada kepatuhan atas demokrasi dan kebebasan yang tidak berjalan dengan hukum.
Prempuan Papua tidak dianggap rendah lagi, Prempuan papua yang memahami nasionalisme perjuangan bangsa Papua bertekad melawan system kolonial yang merugikan orang Papua, menghancurkan kekerabatan orang Papua dengan membabi-butakan pembunuhan yang tidak manusiawi, anak-anak Papua yang dilahirkan oleh Mama-mama Papua mengandung selama Sembilan bulan dengan tujuan meneruskan bangsanya diatas tanah leluhurnya sendiri , namun kekerasan pembunuhan atau pemusnahan terhadap anak-anak Papua hanya sekejab dalam detik dari buminya sendiri. Kekerasan kolonial atau kapitalis tidak memandang yang memiliki hak waris tanah sebagai penerus leluhur yang harus dihargai oleh kapitalis kolonial penguasa, tetapi pengusuran dan perampasan sumber daya alam dengan cara terror terhadap masyarakat demi kepentingan Negara kolonial kapitalis, imperealis, orang Papua hanyalah penontong tandingan para feodal-feodal. Dalam tandingan ini menghabiskan, membunuh, semua yang bertumbuh atau berkembang diatas tanah Papua dan di dalam Tanah Papua, untuk menguasai tanah milik anak-anak Papua. (www.ampnews.org/)
Penulis adalah aktivis Papua di Aliansi Mahasiswa Papua, juga Ketua Komite Kota Bali
Sumber:
www.militanindinesia.org Sebuah Kritik atas Feminisme Liberal,Jesus S. Anam
www.mlitanindonesia.org. “Kamis, 01 Oktober 2015 Yohana Ilyasa, Gerakan Prempuan,
www.militanindonesia.org, Revolusi dan Perempuan, Senin, 03 November 2014,Yohana Ilyasa.
Ungkapan dan tuturkata yang selalu diucapkan para laki-laki Papua terhadap perempuan bahwa, "Prempuan baru bicara banyak, Perempuan baru terlalu bikin diri hebat, Perempuan baru duduk dengan kelompok laki-laki, Perempuan duduk didepan laki-laki, Perempuan baru nakal," dan ungkapan merendahkan lainnya yang selalu diucapkan oleh kaum laki-laki sejak turun temurun sampai saat ini. Demikian juga, kapitalisme masih mengurung para perempuan dalam pekerjaan rumah tangga karena kerja ini adalah kerja gratis, kerja yang tidak dibayar. Sistem Kapitalis membutuhkan buruh yang terawat dan juga bisa berkembang-biak.
Tugas perawatan dan perkembang-biakan adanya di pundak perempuan. Karena perempauan harus merawat suaminya, supaya bisa terus kerja di pabrik. Dia juga harus melahirkan lalu membesarkan anaknya sebagai generasi pekerja seterusnya dalam kapitalisme, oleh karenanya, tugas perempuan ini sangat krusial untuk keberlangsungan sistem penindasan.
Pandangan kaum laki-laki dan kapitalis menyangkut ini secara tidak langsung membuat prempuan direndahkan kusunya prempuan Papua, di rasis, di tindas,diskriminasi oleh pria Papua sendiri. Tetapi dilihat dari kenyaan prempuan pada umumnya adalah pintar, kreatif, tenang, sangat kuat dalam pengurusan keluarga seperti ; soal makan, minum, mengandung anak, menyusui anak, berkebun, nelayan dan sebagainya.
Pekerjaan prempuan memiliki waktu 24 jam kerja dari pada kaum laki-laki. sesuai dari kerja-kerja prempuan diatas, maka secara kerja fisik prempuan sangat pekah dalam pekerjaannya dari pada pria.
Di mata kapitalis, kaum perempuan dipandang sebagai sumber tenaga kerja yang bisa dibayar murah. Yang lebih parah, kaum perempuan juga hanya dipandang sebagai tenaga kerja cadangan – yang akan dipekerjakan saat kerja produksi tertentu memerlukannya, dan dibuang ketika kebutuhan akan tenaga perempuan tidak memerlukannya lagi.
Pada saat sekarang pun, di Indonesia, ketika gerakan-gerakan perempuan mengalami booming, jutaan tenaga kerja perempuan hanya mengisi pos-pos kerja produksi tertentu yang tidak stabil. Meskipun semua perempuan dari kalangan menengah tengah berbicara lantang mengenai “dunia perempuan" dan "girl power", perempuan kelas pekerja tetap menjadi bagian yang paling tertindas.
Persoalan pembebasan perempuan dan revolusi justru tersatukan dalam tali-temali yang sama. Dalam perspektif Marxis, kita melihat persoalan pembebasan nasional dan penindasan perempuan dalam bingkai garis kelas. Untuk itu, perjuangan perempuan tidak bisa memisahkan diri dari gaung pembebasan kaum tertindas lainnya.
Dalam cita-cita penumbangan kapitalisme dan pendirian negara buruh, kekuatan politik perempuan punya tempat yang tidak bisa diremehkan. Banyak revolusi dan peristiwa-peristiwa besar terjadi karena campur tangan mereka. Lenin sendiri mengatakan bahwa gerakan perempuan adalah fundamental bagi setiap keberhasilan revolusi proletar. Untuk itulah gerakan proletar tidak bisa tidak harus menyatu dengan gerakan pembebasan perempuan. Keduanya berdiri saling menyokong. Maka dari itu kelas penguasa paham bahwa kekuatan politik perempuan menjadi tiang penting yang harus dihancurkan berikut dengan ideologinya”.
Sebagaimana di belahan dunia yang lain, masyarakat meletakkan perempuan sebagai warga kelas dua. Meskipun di dalam gerakan, kaum perempuan sering kali dipandang sebagai elemen terbelakang yang kesadarannya begitu susah untuk terdorong ke depan, lemah berpikir, dan mengedepankan perasaan daripada otak. Begitulah penilaian atas kaum perempuan, jika kita menggunakan akal sehat. Namun sebagai kaum Marxis, kita tidak menggunakan akal sehat, kita menggunakan dialektika. Akal sehat (logika formal) tidak mampu memahami hal-hal yang sifatnya kompleks. Dengan dialektika, kita tahu bahwa setiap hal selalu mengandung benih dari hal lain yang menjadi lawannya. Gampangnya: setiap kemunduran selalu mengandung potensi untuk terjadinya kemajuan, tiap kelemahan dapat dibalik menjadi kekuatan, tiap kekuatan dapat menjadi titik lemah yang mematikan, tiap kelahiran akan membawa kematian dan tiap kematian adalah bahan bakar bagi sebuah kelahiran baru. Dialektika bekerja tanpa kasat mata. Ia adalah proses yang terus berlangsung dan tanpa henti. Tidak melulu berjalan lurus, kadang zig-zag, mengalami proses yang gradual, stagnasi dan kemunduran, bahkan mengalami lompatan-lompatan. Trotsky menyebutnya, proses molekular dalam revolusi.
Bagi kaum Marxis, akar masalah dari segala bentuk penindasan terdiri dalam pembagian masyarakat ke dalam kelas. Tapi penindasan dapat mengambil banyak bentuk. Di samping penindasan kelas, kita menemukan penindasan satu bangsa di atas yang lain, penindasan rasial, dan penindasan terhadap perempuan.
Pada zaman perkembangan ini kaum prempuan papua tidak dipandang rendah lagi dalam hal kepemimpinan, pekerjaan dan dalam perjuangan papua merdeka. Sebenarnya prempuan papua memiliki kelebihan khusus dari kaum laki-laki, seperti tanggisan dan teriakan prempuan Papua adalah kekuatan api yang membakar semangat kaum laki-laki untuk menghadapi pertempuran atau perjuangan. Perjuangan prempuan Papua dan teriakan prempuan papua dalam perjuangan Papua Merdeka mulai berkembang meluas di seluruh tanah Papua, di tanah kolonial Indonesia dan juga diluar negeri. Tujuan Perjuangan prempuan Papua demi memperjuangkan masa depan anak-anak Papua yang nantinya tanpa penindasan, tanpa perampokan, tanpa, pemerkosaan, tanpa pengusuran, tanpa pembunuhan, tanpa intimindasi, dan tanpa kolonial, inperealis, Militerism.
Tangisan dan teriakan prempuan papua adalah api yang membakar semangat dan emosi untuk menghadapi pertempuran atau musu h Kolonial. Tangisan, teriakan dan perlawanan prempuan Papua saat ini disebabkan oleh kekejaman TNI POLRI (Militer) yang berada di atas tanah Papua yang membuat anak-anak Papua yang sebagai hak ulayat tanah Papua tidak diangkap sebagai manusia Ciptaan yang sama, bukan hanya dengan perlakuan TNI, Polri saja, tetapi kesadaran Nasionalisme Sejarah perjuangan, maka suara prempuan mulai bertumbuh dan berkembang melawan penjajah yang selalu penuh dengan politik kolonial untuk menipu anak-anak Papua dari generasi ke generasi.
Kenapa Prempuan Papua Melawan?
Tidak berarti pula, bahwa perempuan harus menunggu datangnya revolusi sosialis untuk memecahkan masalah-masalah mereka, dan sementara itu berserah diri pada diskriminasi, penghinaan dan dominasi laki-laki. Sebaliknya, tanpa perjuangan sehari-hari di bawah masyarakat sosial hari ini, sebuah perjuangan untuk revolusi sosialis tidak akan pernah terpikirkan. Justru melalui perjuangan untuk reforma-reforma lah kelas pekerja secara keseluruhan akan belajar, mengembangkan kesadarannya, memperoleh kekuatan sendiri, dan akan meningkatkan level dirinya ke tingkat yang dituntut oleh tugas sejarah yang lebih besar. Banyak perempuan-perempuan muda pertama kali menyadari kebutuhan untuk mengubah masyarakat melalui perjuangan hak-hak perempuan. Mereka termotivasi oleh rasa amarah yang disebabkan ketidakadilan dan perlakuan biadab terhadap perempuan oleh masyarakat yang munafik, yang mengklaim tunduk pada kepatuhan atas demokrasi dan kebebasan yang tidak berjalan dengan hukum.
Prempuan Papua tidak dianggap rendah lagi, Prempuan papua yang memahami nasionalisme perjuangan bangsa Papua bertekad melawan system kolonial yang merugikan orang Papua, menghancurkan kekerabatan orang Papua dengan membabi-butakan pembunuhan yang tidak manusiawi, anak-anak Papua yang dilahirkan oleh Mama-mama Papua mengandung selama Sembilan bulan dengan tujuan meneruskan bangsanya diatas tanah leluhurnya sendiri , namun kekerasan pembunuhan atau pemusnahan terhadap anak-anak Papua hanya sekejab dalam detik dari buminya sendiri. Kekerasan kolonial atau kapitalis tidak memandang yang memiliki hak waris tanah sebagai penerus leluhur yang harus dihargai oleh kapitalis kolonial penguasa, tetapi pengusuran dan perampasan sumber daya alam dengan cara terror terhadap masyarakat demi kepentingan Negara kolonial kapitalis, imperealis, orang Papua hanyalah penontong tandingan para feodal-feodal. Dalam tandingan ini menghabiskan, membunuh, semua yang bertumbuh atau berkembang diatas tanah Papua dan di dalam Tanah Papua, untuk menguasai tanah milik anak-anak Papua. (www.ampnews.org/)
Penulis adalah aktivis Papua di Aliansi Mahasiswa Papua, juga Ketua Komite Kota Bali
Sumber:
www.militanindinesia.org Sebuah Kritik atas Feminisme Liberal,Jesus S. Anam
www.mlitanindonesia.org. “Kamis, 01 Oktober 2015 Yohana Ilyasa, Gerakan Prempuan,
www.militanindonesia.org, Revolusi dan Perempuan, Senin, 03 November 2014,Yohana Ilyasa.
0 comments:
Post a Comment
Gunakan kata-kata yang baik, sopan dan santun.
Dilarang keras Komentar yang berbau SARA, Pornografi, Pelecehan dan Kekerasan.
Orang Pintar Pasti Komentar Yang Berkualitas.