PACEKRIBO - Kita telah menyimak bersama transkrip pidato yang begitu hebo pada bulan september 2016 lalu. Pemilik transkrip naik tangga menjadi pucuk daun atas apa yang ia sampaikan sejak itu. Warga disambut dengan rasa bangga atas membela kedaulatan atas bangsanya pada sesi itu. Akankah diplomat yang dijanjikan ala mereka itu akan tumbang di sesi lanjutan ?.
Konon, dikira kaum lemah dan sedang dijajah maka dimanfaatkan kata konotasi peyoratif untuk bidik hati para pemimpin-pemimpin dunia lain. Hanyalah mimpi siang bolong?. Diplomat mudah itu tidak sadar akan perkembangan dunia teknologi canggi sehingga apa yang sedang terjadi di Papua bisa disembunyikan?
Banyak pendapat mengenai definisi kata teroris namun belum ada kesimpulan tepat. Kadangkalah secara politik kata itu dimanfaatkan oleh elit-elit untuk menekan kaum pejuang kebenaran. Padahal kelompok pejuang wajib memberikan hak – hak untuk berdaulat dan berserikat, namun kebebasan mereka tetap dilabeli dengan konotasi negatif seperti separatis dan teroris.
Rakyat sudah menerima stigma di podium terhormat itu, namun ada sesi- sesi lanjutan yang negara harus bertanggung jawab. Gimana aksi reaksi dari tamparan keras dari enam negara di Pasifik itu. Terlebih dahulu kita kenal duli siapa teroris benaran aparat red, atau ULMWP dan aksi raksi dari Indonesia .
Terorisme Negara (State Terorism)
Terorisme negara (State Terorism)(1), kata teroris dalam transkrip pidato hebo itu bukan kata baru. Teroris benar–benar gerakan global yang harus dibasmi sedini mungkin karena kejamnya dan tindakannya. Tindakan mereka tak mengenal anak, keluarga, kawan dan lawan diserang habis - habisan.
Sekedar diketahui, perkembangan teroris piaran negara(2). Dialektika perkembangan teroris utusan negara sebelumnya mempertahankan keutuhan negara, sebaliknya negara dan keamanan menindas dan membunuh orang–orang sipil. Aparat organik dan non organik bahkan densus 88 hadir di bumi cendrawasih untuk upaya basmikan semua makhluk hidup yang ada. Inilah para “anti” teroris berubah menjadi pelaku teroris.
Bagi orang Papua stigma baru itu tidak heran lebih khususnya para pejuang. Stigma itu telah lama ada namun baru pertama kali diucap dipodium terhormat sehingga upaya baru untuk dibasmikan mereka diatas negerinya. Terorisme negara aksinya telah lama berlangsung melalui genosida gerak lambat korbannya tak terhitung jumlahnya melalui operasi-operasi militeristik dilakukan seperti penyisiran, pembakaran rumah dan pembunuhan. Aksi-aksi terakhir mereka warga pribumi di tembak mati di Manokwari Papua Barat.
ULMWP Teroris Fundamentalis ?
Diketahui saja, Negara Papua Barat telah dideklarasikan sejak 1961 dan gerakan perlawan pertahanan gerakan bawah tanah dari organisasi Papua Merdeka (OPM) telah didirikan pada tahun 1971 di kampung Waris sampai terbentuk wadah baru untuk memperjuangkan hak-hak yang dirampas oleh bangsa lain. OPM itu di daur ulang pada tahun 2014 di Saralana Port Vila Vanuatu.
Bagi wilayah–wilayah sedang dijajah oleh bangsa lain bagaimanapun kelompok radikal tetap dicap sebagai teroris. Para pejuang kebenaran kata ini diterima dengan lapang dada mengejar keadilan seutuhnya seperti pejuang bangsa Palestina (HAMAS), IRA (Iris Republica Army), Brigade Merah Italia, Kadafi dan Papua Barat (ULMWP).
Tak herang bagi orang – orang pribumi, sebab kata itu balas dendam dan dicuri dari Negara Israel terhadap palestina sehingga amara itu lampiaskan kepada Bangsa Papua di Malanesia. Namun salah sasaran Israel tak ada hubungan apa – apa selain hubungan kitab suci.
Aksi-aksi perjuangan orang Papua ditawarkan dengan perjuangan jalan damai. Tidak seperti yang dituduhkan oleh diplomat mudah itu. Tentara Nasional Papua Barat (TPN-PB) bisa membedakan siapa lawan, siapa kawan, sasaran penembakan kepada siapa. Para gerakan damai lain seperti kelompok moderat seringkali ajak dialog dimediasi pihak ketiga, cuek namun ajakan itu ditepis dengan materialisme. Mereka bukan pejuang terorisme fundamentalis akan tetapi mereka pejuang bangsa yang hilang diatas negerinya.
Aksi – Reaksi Lanjutan
Disela–sela meningkatnya eksklasi politik pihak kolonial tak akan diam disitu, akan bangkit melalui cara- cara lain maka akan gunakan taktik filosofi hidup tiga nga menurut bahasa Jawa. Yaitu ngalih, ngamuk dan ngala.
Pertama Ngali(1) pemimpin pemerintahan Republik Indonesia telah bangkit melalui cara lain yaitu pembangunan dan kesejateraan untuk meredam keinginan kemerdekaan. Baru- baru ini melalui pemerintah diberikan “harga BBM setara dengan Jawa” di Papua. Betapa kagumnya negara korbankan Rp 800 milyar untuk Papua. Anggapan salah–satu jalan keluar meredam keinginan untuk merdeka, dalam waktu dekat juga ULMWP akan di terima menjadi anggota tetap di Malanesian Sperhead Groub (MSG).
Kedua Ngamuk(2) : Tak terhitung pujian – pujian beribu “like” itu berujung pada pukulan keras, tamparan atas kedaulatan bangsa-nya sehingga dikit demi mulai tercerai berai. Dikira kehebatan dan kemenangan yang ditonjolkan bersamaan kecantikan ala mereka. Bagi elit menerima dengan lapang dada atas tamparan dari negara – negara (enam) negara dari wilayah Pasifik. Banyak pihak yang mulai ngamuk meningkatnya eksklasi internasionalisasi pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Ngamuk itu datang dari Menteri Pertahanan Negara RI Ryamizard berkata “Papua ungkit –ungkit sama saja membangungkan macan tidur”. Artinya kami terus melanjutkan genosida gerak lambat maka jangan bangkitkan amara kami”, kurang lebih itu menilai pernytaan Menhan ini.
Kalimat berikutnya “tolong sampaikan negara kamu itu, ke Solomon” jangan pernah mengganggu–ganggu atau mengajak –ajak Papua untuk merdeka. Emangnya negara Australia itu Sekretaris pribadi Menhan untuk penyambung lida atau Jubir Kepresidenan Republik Indonesia. Telat bagi anda gang, selama dua tahun terakhir Negara Australia aktif membahas isu hak asasi manusia di Papua di Forum Kepulauan Pasifik (PIF).
Hal lain, mbak Nara itu mengulangi kalimat yang sama disaat podium itu berkata “para pemimpin tersebut melanggar piagam PBB dengan mengintervensi kedaulatan negara lain dan melanggar integrasi teritorial”.
Apakah ajakan dari Menhan Indonesia kepada Menhan Australia dikata “kata tolong sampaikan ke Negara Solomon, bukankah ajakan itu mengintervensi hak politik, mengintervensi kedaulatan negara lain. Pepata lama yang menutup pidato Nara itu menusuk kembali bagi Indonesia.
Ketiga ngala(3) Kini ratusan hingga ribuan tawaran baik otonomi khusus yang gagal itu maupun tawaran lainnya jika tidak ada hasil makan akan sendirinya mereka ngala. Disini kembali kepada kekuatan rakyat pribumi untuk nguji ngala bagi pemerintah dan tidak. Tuntutan dan kesolidan rakyat terus bangkit maka sendirinya dikata goodbye. (kabarmapegaa.com)
Penulis adalah pewarta dan pemdua Papua Barat.
0 comments:
Post a Comment
Gunakan kata-kata yang baik, sopan dan santun.
Dilarang keras Komentar yang berbau SARA, Pornografi, Pelecehan dan Kekerasan.
Orang Pintar Pasti Komentar Yang Berkualitas.