Alhm: Musa Mako Tabuni, sang pejuang pembebasan bangsa Papua Baratt |
JAYAPURA, PACEKRIBO - Musa Mako Tabuni
dikenal dengan tokoh Papua yang berani membela kaum tertindas bangsa Papua.
Mako, itu nama yang biasa dipanggil orang secara luas. Mako menjadi salah satu
sang pembela pembebasan bangsa Papua karena berbagai cara dan perjuangan yang
dibuatnya dalam memperjuangkan kesamaan dan kesederajatan pembebasan bangsa
Papua dengan cara yang damai.
Mako Tabuni di
masyarakat luas mengenalnya dengan sang revolusioner yang sejati. Ada banyak
hal yang sudah dibuatnya selama dia masih hidup. Cara berpidato, orasi-orasi
politik yang selalu nyaring berbunyi di berbagai aksi-aksi yang sering
dilakukan oleh Komite Nasional Papua Barat (KNPB).
Mako Tabuni menjadi
Ketua Umum KNPB memimpin organ gerakan pembebasan bangsa dengan menggunakan
cara yang sederhana dan membuat banyak terobosan baru dalam perjuangan
pergerakan merebut pembebasan Papua barat.
Damai dalam
perjuangannya membuat banyak sekali masyarakat Papua yang merasa kehilangan
adik, kakak, sahabat, teman dekat, saudara kandungnya sendiri. Dia disapa
sebagai tokoh pemberani dan revoludsioner dalam perjuangannya.
Berikut adalah
perjalanan hidupnya dari lahir, masa sekolah, hingga tempat besarnya dan
terakhir pembunuhan terhadap sang pahlawan pembela pembebasan bangsa Papua.
Kelahiran dan Masa
Pendidikan
Musa Mako Tabuni
lahir di Kampung Pyramid, Jayawijaya, Papua pada 24 April 1976. Tempat kelahiran
Mako merupakan salah satu kampung yang menjadi basis perlawanan rakyat
Papua terhadap operasi dan pendudukan militer yang dilakukan oleh Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) pada tahun 1977.
Mako menghabiskan
masa kecilnya dengan cerita-cerita derita konflik keluarga Papua.
Semasa Sekolah Dasar
(SD), Mako sering mendengarkan cerita dari para orang tua, termasuk orang
tuanya sendiri, tentang perlawanan orang-orang Papua terhadap kekuatan militer
Indonesia. Mako kecil, tumbuh sebagai anak-anak yang hidup di daerah konflik.
Ia secara langsung merasakan derita sebagai anak-anak Papua.
Ia mendapatkan cap
dan stigma sebagai anak pemberontak. Setiap tanggal 12 atau 13 Agustus sampai
18 Agustus, ia menyaksikan bapaknya digiring dan ditahan di Polres Distrik
Asologaima, Jayawijaya, Papua.
Sejak Orde Baru,
negara melalui militer memberlakukan hukuman itu bagi mereka yang ikut atau
orang tuanya tersangkut dalam makar atau merongrong kekuasaan negara, seperti
cap komunis di Jawa.
Karena masih kecil,
Mako tak mengerti mengapa ayahnya mesti ditahan setiap menjelang tanggal 17
Agustus, hari kemerdekaan Republik Indonesia. Ia juga tidak mendapatkan jawaban
tiap kali ia bertanya.
Hingga di suatu saat,
di bulan Agustus, di mana Mako sudah duduk di kelas 5 SD, Mako pergi ke dalam
sel penjara di Koramil Distrik Asologaima, Kabupaten Jayawijaya, untuk bertemu
dan mengantar makanan buat bapaknya. Dan di situlah bapaknya menjelaskan
mengapa dia ditahan dan rakyat Papua melawan.
Saat Mako berusia
empat tahun, ibunya meninggal. Sejak itu, Mako dibesarkan oleh ayah dan dua ibu
tirinya hingga masuk Sekolah Dasar pada usia 7 tahun di SD YPPGI Pyramid pada
1984.
Lulus SD 1987 dan
melanjutkan ke SMP Negeri Kimbim lulus 1990, dan melanjutkan ke SMA Negeri
Kimbim Wamena. Dan pada 1994 Mako melanjutkan ke salah satu perguruan tinggi di
Manado, Sulawesi Utara. Ia meraih gelar sarjana hukum pada 2006.
Masa Kariernya
Mako pulang ke
Timika, Papua tahun 2006. Di sana dia tersangkut sebuah kasus dan ditangkap
aparat keamanan dan masuk penjara selama setahun lebih, kemudian dibebaskan.
Selepas bebas dari
penjara di Mimika, Mako pulang ke Wamena menemui ayah dan saudara-saudaranya.
Saat itu Mako disarankan agar ikut testing masuk calon pegawai negeri, namun
ditolaknya.
Pada 2007, Mako ke
Jayapura bersama Buchtar Tabuni mendirikan Komite Nasional Papua Barat (KNPB).
Sebelumnya, Mako juga membidani lahirnya Parlemen Jalanan (Parjal) dan Front
Pembebasan Nasional Papua Barat (FPNPB). Beberapa organisasi massa ini adalah
organ perjuangan Papua merdeka melalui jalan damai dan menjauhi perjuangan
tanpa kekerasan.
Isu-isu utama yang
mereka usung di antaranya: menuntut peninjauan ulang pelaksanaan Penentuan
Pendapat Rakyat (Pepera) 1969 Papua, menolak pelaksanaan Otonomi Khusus di
Papua, menuntut penutupan PT. Freeport Indonesia, adili pelaku pelanggar HAM di
Papua dan menuntut pelaksanaan referendum di Papua untuk menentukan nasib
sendiri yang ditengahi pihak ketiga.
Pada 2009, Musa Mako
Tabuni, Buchtar Tabuni bersama beberapa teman mereka ditangkap dan dijebloskan
ke Lembaga Pemasyarakatan Abepura dan dibebaskan pada pertengahan 2011 dan
meneruskan aksi-aksi mereka menanggapi berbagai kondisi ketidakadilan yang
terjadi di tanah Papua.
Saudara kelima Mako
mengatakan, Musa Mako Tabuni mengenal Buchtar Tabuni sejak sekolah di SMP
Negeri Kimbim, Wamena. Sejak itu mereka berteman akrab selama pendidikan hingga
mendirikan KNPB untuk memperjuangkan Papua tanah Damai tanpa kekerasan. Setelah
keduanya mendirikan KNPB, Buchtar menjadi Ketua dan Mako menjadi Wakil Ketua I.
Musa Mako Tabuni
menjadi sang pejuang muda tanpa kekerasan yang karismatik. Dia sangat
merindukan adanya suatu pembebasan dan kedamaian yang diperjuangkan melalui
cara-cara damai, hingga dengan membuat organisasi-organisasi yang mampu
membangun perjuangan-perjuangan bangsa Papua dengan melalui cara damai.
Perjuangan Mako berlanjut hingga tahun 2012.
Kronologi Pembunuhan
Musa Mako Tabuni
Salah satu warga di
sekitar lokasi kejadian bernama Indah mengatakan, sebelum Mako Tabuni ditembak,
ada tiga mobil yang berada di lokasi kejadian dan begitu Mako Tabuni melintas
di jalan raya menuju kampus Uncen Baru Perumnas III Waena, Distrik Heram, ia
langsung ditembak orang yang berada di salah satu mobil tersebut, Kamis
(14/06/12) sekitar 09.30 WIT.
"Jadi saat itu
Mako Tabuni berjalan bersama beberapa rekannya. Namun saya tidak tahu pasti
berapa kali ia ditembak. Hanya saja setelah ditembak, salah satu mobil dengan
DS 447 AJ datang dan Mako Tabuni langsung dinaikkan ke mobil itu," kata
Indah.
Menurutnya, melihat
peristiwa itu, warga yang ada di sekitar lokasi kejadian langsung marah dan
mengamuk sehingga terjadilah pembakaran mobil, sepeda motor serta pengrusakan
rumah warga dan beberapa ruko.
"Jadi, saat
melihat Mako tertembak, warga mengamuk dan menyerang rumah warga lainnya yang
tidak tahu apa-apa," jelas Indah.
"Ada tiga mobil
dari arah gapura Uncen. Satu mobil Hitam jenis Jeep DS.447 AJ," kata JM,
seorang saksi mata kepada tabloidjubi.com di lokasi kejadian, Perumnas III
Waena, Abepura, Kota Jayapura, Papua, Kamis.
Menurut JM, seorang
pria berpakaian preman turun dari salah satu mobil itu lalu melakukan
penembakan.
"Mereka pakaian
preman. Bawa sejanta laras panjang seperti yang bapak pegang ini," kata
seorang pria yang berada di lokasi kejadian sambil menunjuk senjata anggota
Brimob Polda Papua yang mendengar penjelasannya.
Beberapa tembakan
itulah yang menewaskan Mako Tabuni di hadapan warga masyarakat. "Siapa
yang tega melihat kejadian tadi. Ia jatuh mati seperti binatang. Jatuh
berputar-putar, darahnya tercecer," kata JM kepadatabloidjubi.com.
Pengakuan yang nyaris
senada diungkapkan salah satu warga keturunan Tiong Hoa yang ada di sekitar
lokasi kejadian. Menurutnya, ada beberapa polisi yang berbaju preman dan
membawa senjata lalu menembak korban. Setelah itu mereka langsung kabur.
"Jadi, yang
mengundang masalah sebenarnya adalah polisi. Saat itu sebuah mobil Avanza
berjalan di depan dan diikuti mobil Pick Up. Nah, orang bersenjata yang ada di
mobil Pick Up inilah yang melakukan penembakan. Melihat kejadian itu, warga
mengamuk dan melakukan tindakan anarkis," kata warga keturunan yang tidak
ingin disebutkan namanya.
Warga Tionghoa ini
juga menyayangkan lambatnya aparat keamanan datang ke lokasi kejadian yang
membuat massa brutal dan membakar beberapa kendaraan roda dua dan empat ruko,
dan beberapa rumah warga sekitar.
"Kejadian
pengrusakan telah berlangsung sekitar satu jam barulah aparat datang. Jadi
tugas polisi sebenarnya apa? Kami coba hubungi Polsek Abe, namun teleponnya
diputus. Kalau memang aparat mau melakukan penangkapan harusnya di back up agar
tidak terjadi hal seperti ini," keluhnya.
Salah seorang warga
India, Nabila menjelaskan hal yang sama. "Saya kaget karena bunyi tembakan
senjata dari belakan saya, dan saya melihat tiba-tiba di samping saya ada orang
terjatuh dan daranya tercecer mengalir di tanah, saya langsung lari
menyelamatkan diri dan saya melihat ke kebelakang, pelaku itu langsung
mengangkatnya ke mobil yang mereka tumpangi itu dan kabur," katanya dengan
nada ketakutan.
Dan ia menduga mereka
adalah Polisi preman. "Memang saya pikir mereka adalah Polisi Preman,
karena yang tertembak adalah pengurus KNPB yang dituduh sebagai
penembakan-penebakan itu adalah mereka, karena saya dengar dari teman-teman
bahwa yang tertembak adalah Mako Tabuni yang saya kenal sebagai Ketua I
KNPB," katanya.
Aktivis HAM
independen Sebby Sambom, saat dihubungi menyampaikan hal yang tidak jauh
berbeda. Menurutnya, Mako ditembak saat makan pinang. "Mereka ada lima
orang ke putaran taxi (Perumnas III). 2 orang mau ke Sentani. Salah satunya
adik DK. Ia bilang Mako bahwa ada 2 mobil (satu avansa putih) kejar mereka tapi
Mako tidak hiraukan dan makan pinang yang mama-mama jual disitu. Orang-orang
itu turun dan tembak mako," kata Sebby Sambom.
Informasi terpercaya
dari RS Bhayangkara mengatakan enam peluru bersarang di tubuh Mako Tabuni
hingga menyebabkan ia tewas. "Mako Tabuni tertembak 6 peluru di bagian
perut, paha kanan dan kiri,".
Juru bicara polisi
mengatakan bahwa Mako ditembak karena dia menolak penangkapan, Namun, pandangan
polisi ditentang oleh saksi mata. Ini juga mengklaim bahwa Mako masih hidup
ketika ia memasuki rumah sakit polisi di Jayapura dan bahwa ia meninggal saat
dalam tahanan polisi.