Mahasiswa papua Surabaya |
SURABAYA, PACEKRIBO - Bagi anak muda Papua beradaptasi dengan lingkungan,
budaya sertamasyarakat yang ada di Surabaya dapat dikatakan sulit dan
memerlukan waktu yang sangat lama. Kesukaran ini terjadi karena perbedaan
budaya, karakter, adat-istiadat, dialek serta lingkungan yang sangat menonjol
perbedaannya. Tentu saja, orang yang budayanya hampir sama dengan budaya
masyarakat di Surabaya akan mengatakan bahwa hal ini tidak masuk akal, tetapi
itu realita yang terjadi bagi anak-anak muda yang mengenyam pendidikan di tanah
rantauan. Ada beberapa faktor yang menjadi kesulitan dalam menyesuaikan diri
dengan lingkungan yang ada:
Sifat dan cara berfikir antara masyarakat Jawa
khususnya Surabaya dengan Indonesia bagian timur terdapat perbedaan.
Perbedaannya adalah Orang Jawa diidentikan dengan baik, halus dan rama-tamah,
sementara itu, bagi orang Papua diidentikan dengan kasar, tidak tahu etika dll.
Contohnya, orang Papua khususnya mahasiswa asal Papua akan terus terang
memberitahukan apa yang mereka tidak inginkan, tidak senang atau merasa
disakiti. Dari perbedaan itu, terdapat juga beberapa keunikan tersendiri
dari sifat-sifat tersebut. Contoh orang Papua terus terang akan memberitahukan
atau membalas pada saat itu juga, tetapi setelah amarahnya redah tidak ada rasa
benci atau frustasi terhadap orang yang menyakitinya. Sementara itu, Jika Orang
di Surabaya selalu memendamkan rasa marah atau rasa frustasi mereka dalam
jangka waktu yang lama.
Seperti halnya karakter, budaya Papua dan Jawa pun
sangat berbeda. Hal ini, kita dapat lihat dari gaya bicara, makanan, tata
karma. Contohnya makanan, orang Jawa lebih senang makan masakan manis,
sementara orang Papua lebih senang yang asin. Dan cara berbicara pun berbeda;
cara berbicara orang Papua lebih cepat dari pada orang Jawa. Sehingga, budaya
ini pun menghambat penyesuaian mahasiswa asal Papua yang ada di Surabaya.
Kesimpulannya, sebenarnya di dalam perbedaan itu
terdapat hal-hal unik yang dapat kita petik, namun disini yang diperlukan
adalah menghilangkan ego. Kita harus sadar bahwa, salah satu budaya tidak dapat
mendominasi budaya lain. Artinya bahwa, kita harus menyadari bahwa Jika kita
memertahankan budaya kita masing-masing, maka yang terjadi adalah Orang Jawa
tidak dapat beradaptasi dengan orang Papua dan Orang Papua tidak dapat
beradaptasi dengan orang Jawa. Oleh sebab itu, saling menghargai dan
mempelajari budaya satu dengan yang lain itulah yang terpenting yang harus kita
sadari sama-sama.
Banyak cara yang dilakukan anak-anak muda Papua yang
kuliah di Surabaya agar supaya mereka dapat beradaptasi dengan lingkungan,
budaya. Salah satunya adalah melakukan pendekatan dengan orang-orang
terdekatnya atau bapak ibu kosnnya untuk mendalami atau mempelajari budaya,
kebiasaan masyarakat. Ada juga yang bergabung hingga ke perdesaan hanya untuk
mengenal budaya atau kebiasaan mereka. Karena hal ini penting bagi anak-anak
muda Papua kalau tidak demikian pastilah masih terbawa adat kebisaan yang dari
daerah asalnnya.
Salah satu hal yang sangat sulit adalah cara bersaing
dengan mahasiswa lain di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh penerapan
pendidikan yang lebih mengutamakan Indonesia barat alias Jawa. Namun anak muda
Papua tidak pernah tinggal diam atau menjadi penonton, mereka mengadakan
beberapa usaha diantaranya, mencari Informasi dan pengalaman kepada senior mereka
yang sudah berhasil atau sudah ada sebelumnya.
Selain itu, anak-anak Papua selalu mengadakan makrab
setiap tahun. Tujuan dari makrab ini adalah kakak-kakak senior ingin
mengarahkan anak-anak yang baru datang ke Surabaya. Mereka juga ingin memberikan
bimbingan tentang cara hidup di tengah masyaraka serta belajar dan membagi
waktu yang efektif dll. Sehingga seketika mereka masuk ke kampus, mereka sudah
tidak perlu bingung untuk bersaing atau mengikuti pendidikan.
Dengan arahan yang diberikan oleh kakak senior mereka,
mereka mejalankan sesuai dengan nasehat atau arahan yang diberikan. Ada yang
mengembangkan diri dengan memfokuskan atau mengembangkan kepribadian melalui
organisasi sosial maupun organisasi kiri. Ada juga yang mengembangkan skill
dengan mengikuti kursus-kursus sesuai dengan arahan yang diberikan oleh
kakak-kakak senior mereka. Ada juga yang berusaha bersaing dengan teman-teman
dengan membaca buku-buku yang sudah disediakan di perpustakaan.
Dengan langkah-langkah diatas ini anak-anak muda Papua
menyesuaikan diri dengan sekolah, mereka yakin dengan cara diatas. Mereka sudah
dapat menyesuaikan atau bersaing dengan lingkugan maupun teman kampus mereka.
Anak-anak Papua yang belajar di Surabaya menilai
bahwa, masyarakat Surabaya menceritakan hal-hal yang negatif atau hal-hal
sepele orang lain tanpa memberitahu kepada orang yang bersangkutan. Contoh
korban gossip, Hal-hal ini pun dialami oleh beberapa orang atau mahasiswa
Papua; hanya karena tidak membayar uang listrik satu bulan, bapa kosnya
menceritakan kepada orang yang ada di RT itu. Anak tersebut tidak menerima
kelakuan bapa kosnya ialah dia menceritakan kepada orang lain tanpa menagi atau
memberitahukan terlebih dahulu kepadanya.
Dengan demikian, nama baik anak tersebut tercoret,
sehingga mau dan tidak dia harus memutuskan untuk menyendiri dan tidak berbaur
lagi dengan orang lain. Kemudian setelah batas waktu kos-kosannya habis, dia
mencari kos-kosan lain karena dia merasa malu atas perlakuan bapak kosnya
terhadap dia.
Orang Jawa, walaupun bukan semuanya, tidak menyadari
bahwa gossip ini dapat menjatuhkan martabat orang lain. Hal ini yang perlu
disadari oleh orang-orang yang suka gossip alias kerjaannya gossip.
Nama baik mahasiswa Papua dari pandangan masyarakat
Surabaya sudah negatif. Mereka menilai bahwa semua anak muda Papua berbuat hal
yang sama. Contohnya, mereka beranggapan bahwa seluruh anak Papua suka mabuk
dan suka melakukan onar, serta melakukan hal-hal yang dipandang tidak wajar
dari pandangan masyarakat setempat, kenyataannya tidak seperti yang dikirakan.
Sebab anak muda Papua yang studi di kota Surabaya mengenal dengan kata menjaga
nama baik anak Papua. Jadi kami sebagai anak muda Papua yang mengenyam
pendidikan di Surabaya menyampaikan kepada masyarakat bahwa, tidak semua anak
Papua melakukan hal-hal negetif atau onar, hanya kalangan atau orang-orang
tertentu yang melakukan hal serupa. Maka yang harus dilihat adalah apa, latar
belakang ekonomi (orang tuanya pejabat) dan siapa yang melakukan hal tersebut.
(Penulis: salman tebai)
Copyright ©: kabarmajalahlintasmeepago.com