Jokowi saat berbincang dengan masyarakat dan
anak-anak sekolah dalam kunjungan ke Papua di Yahukimo, Papua. (IST - SP)
|
JAYAPURA, PACEKRIBO - Natalius Pigai, Komisioner Komnas
HAM RI mengatakan komitmen presiden Jokowi untuk meciptakan Papua sebagai tanah
damai dan selesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM di Papua hanya pelayanan di
bibir saja.
Hal itu disampaikan Pigai dengan alasan, sejak Jokowi
terpilih dan dilantik sebagai presiden, sudah mengunjungi Papua sebanyak lima
kali. Dalam kunjungannya itu, presiden Jokowi hanya fokus pada pembangunan
infrastruktur. Dan tidak menjunjukkan keseriusannya untuk mewujudkan Papua
sebagai tanah damai dengan menyelesaikan pelanggaran-pelanggaran HAM di Papua
dan di Indonesia.
“Selama dua tahun Presiden Jokowi banyak kali
kunjungi kerja ke Papua. Semua kunjungan Presiden Jokowi terkesan tidak memberi
manfaat. Dan hasilnya sampai sejauh ini belum pernah ada kebijakan yang
dirasakan secara langsung oleh rakyat Papua. Presiden Jokowi justru menjadi
sumber masalah di Papua karena dianggap tidak memiliki kompetensi sosial untuk
membangun kepercayaan (Trust building), juga kompetensi manajemen pertahanan
dan keamanan,” jelas Pigai kepada suaraPapua.com, Selasa (18/10/2016) dari
Jakarta
Selain itu, kata dia, adanya kesan permusuhan dengan
pemimpin daerah juga memberi kontribusi dalam disharmoni Jakarta dan Papua.
“Adanya fakta peristiwa dimana pelanggaran HAM terhadap
kurang lebih 5000 orang Papua yg di tangkap, dianiaya, disiksa dan dibunuh
hanya dalam 2 tahun masa periode beliau menujukkan bukti bahwa menciptakan
tanah Papua damai dengan penyelesaian pelanggaran HAM hanya menjadi
pelayanan bibir atau kata-kata,” jelasnya.
Ia juga mengatakan, demikian pula ekskalasi berbagai soal
juga meningkat dimasa pemerintahan Jokowi khususnya terhadap riak-riak dunia
Internasional terhadap kondisi HAM di Papua. Bukti nyata Jokowi
ketidakmampuannya untuk menyelesaikan persoalan HAM.
“Kita juga menyaksikan program yang didengungkan oleh
Presiden untuk bangun pasar mama-mama sampai sekarang tidak pernah ada yang
tuntas. Bahkan pimpinan Solpap Rojit meninggal secara misterius di Papua.
Kematian Rojit pun tidak pernah diseriusi proses penyelesaiannya. Terkesan ada
permainan dalam proses hukum di pengadilan, katanya.
Menurutnya, untuk ke depan, sebaiknya presiden Jokowi
tidak mengunjungi Papua lagi. Sebab kehadirannya di Papua tidak memberikan
manfaat bagi rakyat Papua. Khususnya penyelesaian pelanggaran-pelanggaran HAM
yang menjadi akar persoalan Papua selam 50 tahun.
“Kalau kunjungan kerja Presiden tersebut tidak
substansial maka pribadi sebagai putra Papua dan pembela hak asasi manusia,
dengan tegas saya menolak kunjungi Papua untuk tiga tahun mendatang, karena
kehadirannya lebih banyak mudarat dari pada manfaatnya,” tegasnya.
Smeentara itu, Yermias Degei, mantan
pemimpin majalahselangkah.com melalui akun media sosial facebooknya
mengapresiasi perhatian Jokowi ke Papua. Namun ia mengatakan, karena
sesungguhnya, bukan hanya soal berapa kali pak Presiden datang ke Papua dan
berapa banyak fasilitas yang ia resmikan.
Tetapi, lebih penting adalah sejauh mana Jokowi menangani
masalah-masalah sosial, hukum, keamanan, budaya, hak asasi manusia, kebebasan
ekspresi, dan lainnya secara proporsional.
“Saya mengapresiasi Jokowi. Ia memiliki perhatian khusus
untuk Papua. Saya juga berharap kunjungan-kunjungan ini semakin membawa
perubahan yang benar-benar menyentuh orang Papua. Tidak hanya dari sisi
infrastruktur tetapi juga bidang sosial, politik, hukum, keamanan dan hak asasi
manusia,” tulisnya. (Arnold Belau/suarapapua)
0 comments:
Post a Comment
Gunakan kata-kata yang baik, sopan dan santun.
Dilarang keras Komentar yang berbau SARA, Pornografi, Pelecehan dan Kekerasan.
Orang Pintar Pasti Komentar Yang Berkualitas.