Sidang dewan HAM PBB di jenewa (foto: PBB) |
JENEWA,
PACEKRIBO - Di tengah sorotan tajam enam negara Pasifik terhadap pelanggaran
Hak Asasi Manusia (HAM) di Papua pada Sidang Umum ke-71 Perserikatan
Bangsa-bangsa (PBB) di New York pada 20-26 September, sebuah laporan yang
disiapkan oleh organisasi masyarakat asli dan minoritas dunia juga menyoroti
hal yang sama. Laporan mereka disampaikan kepada Kantor Komisioner HAM PBB
untuk dibahas pada pertemuan bulan April tahun depan.
Organisasi
yang melaporkan itu, Unrepresented Nation and Peoples Organization (UNPO),
adalah sebuah organisasi internasional anti kekerasan berbasis di lebih 40
negara yang mewakili penduduk asli, minoritas, yang wilayahnya diklaim diduduki
oleh negara lain ataupun tidak dikenali. Mereka menyampaikan laporannya pada 22
September lalu kepada Office of the High Commissioner of Human Rights United
Nation (OHCHR), yang merupakan organ PBB untuk menangani HAM.
Laporan
itu disampaikan dalam kaitan dengan Universal Periodic Review (UPR) ke-27
yang akan berlangsung pada bulan April tahun depan. Pada sesi itu nanti, posisi
Indonesia dan Brasil akan dibahas dalam siklus UPR ke-3 mereka.
Dalam
laporannya, UNPO menyerukan perlunya perhatian terhadap pelanggaran HAM yang
terjadi di kedua negara (Indonesia dan Brasil), dengan penekanan pada situasi
pada masyarakat Aceh dan Papua serta penduduk asli Brasil.
Laporan
tentang gentingnya situasi HAM di Aceh dan Papua, ditempatkan pada laporan
pertama UNPO. Menurut laporan itu, dua daerah ini oleh banyak orang dipandang
sebagai pendudukan asing yang baru. Dalam kasus Papua, laporan itu menilai
pendudukan asing itu termasuk menyangkut kebijakan yang mengarah ke relokasi
dan diskriminasi terhadap penduduk asli.
Laporan itu, sebagaimana disiarkan oleh UNPO pada laman resminya, unpo.org,
mengatakan resistensi di kedua wilayah (Aceh dan Papua) berhadap-hadapan
dengan kekuatan berlebihan oleh pihak berwenang Indonesia. Dikatakan, kasus
Aceh sudah diselesaikan melalui perjanjian damai antara pemerintah Indonesia
dan Gerakan Aceh Merdeka pada tahun 2002 dan 2005. Namun beberapa bagian dari
perjanjian tersebut tidak pernah dilaksanakan.
Walaupun
pemerintah Indonesia menjanjikan kebijakan progresif terhadap Papua dan
masyarakat Aceh, kenyataannya, menurut laporan ini, sebagian besar masyarakat
telah kecewa, sejalan dengan berlanjutnya pembatasan kebebasan berkumpul dan
berserikat, pengadilan di luar hukum, dan kurangnya akuntabilitas publik.
Selain
itu, di Papua secara khusus, menurut laporan itu, hak masyarakat asli (adat)
terus dilanggar karena pemerintah mengeksploitasi sumber daya alam daerah tanpa
kompensasi bagi penduduk pribumi. Banyak pelanggaran ini terjadi dan tak
terdeteksi, karena menurut laporan, kurangnya pelaporan dan pers yang bebas.
UNPO
memberi sejumlah rekomendasi kepada pemerintah Indonesia untuk dipertimbangkan.
Pertama,
menghormati hak-hak unik atas pemerintahan sendiri yang diberikan kepada Papua
dan masyarakat Aceh oleh Deklarasi PBB tentang Hak-hak Masyarakat Asli (Adat);
Kedua,
menghormati kebebasan berekspresi masyarakat asli dan membebaskan para tahanan
politik yang ditangkap karena tindakan aktivisme politik damai, termasuk
mengibarkan bendera;
Ketiga,
menghentikan praktik perampasan tanah yang menghalangi masyarakat adat dari
penghidupan mereka dan menyertakan masyarakat etnis daerah yang terkena dampak
ekstraksi sumber daya di bawah prinsip-prinsip persetujuan yang bebas;
Keempat,
mengaktifkan pengadilan HAM yang ada untuk menangani kasus-kasus kejahatan
serius untuk menjamin hak korban atas kebenaran, keadilan dan pemulihan, serta
langkah-langkah untuk memperkuat independensi peradilan.
Brasil
Laporan
kedua UNPO kepada PBB memfokuskan diri pada pelanggaran HAM terhadap masyarakat
adat di Brasil. Pelanggaran itu mencakup pelanggaran hak teritorial, kekerasan
yang dilakukan terhadap masyarakat adat, dan kurangnya representasi bagi
mereka di berbagai tingkat pemerintahan.
Menurut
laporan itu, masyarakat adat di Brasil menghadapi genosida, perbudakan,
penindasan dan asimilasi sejak kolonisasi Amerika Selatan. Selama tiga puluh
tahun terakhir, sejak demokratisasi Brasil, hak masyarakat adat atas tanah
leluhur mereka, untuk pelestarian budaya mereka, dan representasi politik telah
diabadikan dalam konstitusi Brasil dan di sejumlah perjanjian internasional.
Namun, pelaksanaan hak-hak, itu masih terbatas pada niat.
Antara
tahun 2012 dan hari ini, kata laporan itu, wilayah adat di Brasil terus berada
di bawah ancaman penyusupan oleh penebang, penambang dan petani, sedangkan
proses untuk demarkasi lahan tersebut bergerak dengan kecepatan yang lambat.
Dikatakan,
ratusan proyek-proyek pembangunan di bidang energi dan infrastruktur akan
mempengaruhi tanah adat. Masyarakat adat tidak cukup dikonsultasikan tentang
proyek-proyek tersebut, dan tidak cukup terwakili di banyak lembaga pemerintah
yang mempengaruhi kehidupan mereka.
UNPO
telah mengusulkan sejumlah rekomendasi kepada Pemerintah Brasil, di antaranya:
pertama, agar instansi pemerintah bertanggung jawab untuk penegakan hak
masyarakat adat dan bertanggung jawab atas tindakan dan kelalaian mereka;
Kedua,
menjamin perlindungan para pemimpin masyarakat adat yang memperjuangkan hak-hak
mereka;
Ketiga,
memastikan akuntabilitas mereka yang terlibat dalam kasus kekerasan atau
kebencian terhadap masyarakat adat;
Keempat,
memastikan persetujuan sebelumnya dari masyarakat adat mengenai langkah-langkah
yang secara langsung akan mempengaruhi mata pencaharian mereka;
Kelima,
mempertimbangkan memperkenalkan kuota untuk perwakilan adat di Kongres Brasil.
Tentang UNPO
UNPO
didirikan pada tahun 1991 di The Hague oleh berbagai perwakilan di seluruh
dunia. Saat ini ada 49 anggota di seluruh dunia. Dari Indonesia ada dua wilayah
yang bergabung ke dalam UNPO, yaitu Aceh dan Papua.
Aceh
diwakili oleh Acheh-Sumatra National Liberation Front (ASNLF). Sedangkan Papua
diwakili oleh Partai Nasional (PARNA), Partai Sosialis Demokrat Papua (PSDP)
dan Partai Demokrat Papua (PDP) yang sebelumnya dikenal sebagai Democratie
Volks Partij (DVP). (Sumber: SATUHARAPAN.COM)
Editor
: Eben E. Siadari
0 comments:
Post a Comment
Gunakan kata-kata yang baik, sopan dan santun.
Dilarang keras Komentar yang berbau SARA, Pornografi, Pelecehan dan Kekerasan.
Orang Pintar Pasti Komentar Yang Berkualitas.